KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investor asing melakukan
rebalancing portofolio saham. Ini tercermin dari perubahan komposisi sejak akhir 2016, akhir 2017 hingga 27 April 2018. Langkah asing mengocok ulang portofolio menjadi salah satu pemicu kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Salah satu indeks yang menjadi acuan adalah iShare MSCI Indonesia ETF (EIDO). Indeks ini dikenalkan manajer investasi asal Amerika Serikat, Blackrock. EIDO merupakan indeks acuan untuk produk
exchange traded fund (ETF). Blackrock mengelola dana jumbo di beberapa negara, termasuk Indonesia. Indeks acuan ini cenderung menyasar emiten
blue chips dengan kinerja fundamental yang mendukung.
Pada tahun lalu, dana asing yang keluar dari Bursa Efek Indonesia (BEI) hampir mencapai Rp 40 triliun. Nah, sejak awal 2018 hingga kemarin (ytd), dana asing sudah keluar Rp 34,21 triliun. Dampak keluarnya dana asing ini antara lain langsung terlihat pada perubahan bobot saham
blue chips. Maklum, asing banyak memegang
blue chips. Hal itu tampak wajar, bila melihat secara historis IHSG terus naik sejak 2008. Sejak krisis 10 tahun lalu itu, IHSG sempat turun, kemudian tahun berikutnya, indeks mulai mendaki. Hal ini membuat
price to earning ratio (PER) IHSG naik. "Maka wajar asing mulai
rebalancing portofolio," kata Jason Nasrial,
Senior Vice President Royal Investium Sekuritas, belum lama ini. Saham TLKM pada indeks EIDO hingga 30 Desember 2016 sempat menduduki posisi puncak dengan bobot 12,44%. Berangsur-angsur asing mengurangi kepemilikan di TLKM. Hingga pada 29 Desember 2017, bobot TLKM menjadi 11,56% dan hingga 1 Mei 2018, bobotnya menjadi 10,77%. Kini, TLKM tak lagi di posisi puncak, digeser oleh saham BBCA
(lihat tabel). Ini memperlihatkan asing masih mengerek kepemilikannya di BBCA. Hal serupa terjadi pada saham perbankan lainnya, seperti BBRI. Namun, kepercayaan investor asing susut pada LPPF. Hingga 30 Desember 2016, asing masih menggenggam bobot LPPF sebesar 2,32%. Namun, per 27 April 2018, asing mengempit 1,47%. Penurunan ini sekaligus membuat LPPF keluar dari 10 saham dengan bobot tertinggi. Jason berpendapat, aksi jual asing lantaran investor melakukan
profit taking, lantaran menilai PER IHSG sudah kemahalan. Alhasil, hal tersebut dimanfaatkan untuk mengurangi porsi. Dia melihat asing sudah mengurangi portofolionya sejak 2016. "Asing sudah lama pegang saham, mereka hanya merealisasikan laba dari investasi yang sudah dimasuki," tambah dia. Saham yang sudah naik tinggi, maka potensi
return kenaikannya semakin kecil. Oleh karena itu, perlu ada
rebalancing saham agar tidak
over valuation. Aksi jual juga untuk mengindari
bubble yang bisa pecah sewaktu-waktu. "Dalam 20 tahun terakhir, ETF Indonesia sudah cetak kinerja
outstanding," kata Jason. Menurut Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas Alfred Nainggolan, manajer investasi juga melakukan
rebalancing dengan memperbesar aset
fixed income dan mengecilkan porsi saham. Oleh karena itu, Jason menganalisa, faktor keluarnya dana asing bukan hanya karena kebijakan Presiden AS Donald Trump. Bukan juga karena penguatan dollar AS. Namun karena adanya upaya normalisasi bobot ETF pada emiten berkapitalisasi pasar besar. Jason menambahkan, EIDO menjadi salah satu indeks yang menjadi acuan. Blackrock juga mengelola iShares MSCI Emerging Markets ETF.
Meski begitu, analis masih yakin indeks bisa kembali pulih. Apalagi,
rating utang Indonesia juga makin baik. Alfred masih percaya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 5,2%. Selain itu, pertumbuhan kinerja emiten yang bisa mencapai 20% masih dinilai menarik. "Jika ada
rebalancing, investor asing lain masih banyak yang berminat. Kami masih optimistis pertumbuhan bisa 5,2% ke atas karena ekonomi kita masih cukup kuat," kata Alfred, Senin (30/4) lalu. Tapi Jason mengingatkan,
rebalancing investor asing masih dapat berlanjut pada waktu mendatang. Oleh karena itu, dia cenderung menghindari saham yang memiliki bobot tinggi dalam indeks acuan yang jadi patokan asing. "Cari yang bobot mereka sudah sedikit, misal di konsumer UNVR," kata Jason. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati