JAKARTA. Pengoperasian Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) mulai tahun depan, mendatangkan kegelisahan bagi lembaga dana pensiun. Kehadiran lembaga baru ini bisa membunuh bisnis dana pensiun. Agar dapat bertahan, pelaku industri dana pensiun berharap besaran iuran BPJS yang harus dibayarkan pemberi tenaga kerja tidak lebih dari 3%. Saat ini, iuran dana pensiun yang dipatok dana pensiun pencari kerja (DPLK) sekitar 5%-10% dari gaji pokok pekerja. Nah, jika besar iuran dana pensiun dinaikkan sampai 5%-10% maka kemungkinan para pemberi kerja akan lebih memilih BPJS ketimbang DPLK."Jaminan dasar cukup melalui BPJS. Tapi untuk program pensiun yang memberikan benefit lebih bisa diserahkan kepada DPLK," kata Daneth Fitrianto, Ketua Bidang Investasi Asosiasi DPLK, kemarin (19/4).Steven Tanner, Actuary Dayamandiri Dharmakonsilindo, menyatakan, kehadiran DPLK perlu untuk memenuhi tingkat penghasilan pensiun pekerja. Pasalnya, menggantungkan uang pensiun hanya dari BPJS tidak akan cukup memenuhi kebutuhan hidup para pekerja saat pensiun. Sebagai gambaran, ketika memasuki umur 55 tahun maka besar iuran pensiun yang diperlukan sekitar 70%- 80% dari gaji yang terakhir didapat. Untuk mendapatkan itu, seharusnya 30% dari jaminan hari tua Jamsostek dan pesangon yang dibayar langsung ketika pensiun. Sisanya, sebesar 50% dibayarkan melalui dua sumber, yaitu dari BPJS yang ditaksir hanya bisa memenuhi 15% dan dari DPLK sebesar 35%. "Di sini peranan dari DPLK yang mengisi sisa dari besar tingkat penghasil pensiun," kata Steven.Saat ini ada 24 perusahaan pengelola dana pensiun yang tergabung dalam ADPLK. Per Desember 2012, aset ADPLK telah mencapai Rp 27 triliun atau tumbuh 20% dibandingkan tahun sebelumnya. ADPLK memprediksi, pertumbuhan aset ADPLK tahun ini tumbuh 15% hingga 20%.Kontribusi dana pensiun terhadap terhadap ekonomi selama ini sangat kecil, hanya 4% dari produk domestik bruto (PDB). Kontribusi ini tertinggal jauh dari negara tetangga. Di Singapura, industri dana pensiun mencapai 77% dari PDB, Malaysia 69% dan Filipina 10%. Penyebabnya, kurang sosialisasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Asosiasi Dapen minta iuran di bawah 3%
JAKARTA. Pengoperasian Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) mulai tahun depan, mendatangkan kegelisahan bagi lembaga dana pensiun. Kehadiran lembaga baru ini bisa membunuh bisnis dana pensiun. Agar dapat bertahan, pelaku industri dana pensiun berharap besaran iuran BPJS yang harus dibayarkan pemberi tenaga kerja tidak lebih dari 3%. Saat ini, iuran dana pensiun yang dipatok dana pensiun pencari kerja (DPLK) sekitar 5%-10% dari gaji pokok pekerja. Nah, jika besar iuran dana pensiun dinaikkan sampai 5%-10% maka kemungkinan para pemberi kerja akan lebih memilih BPJS ketimbang DPLK."Jaminan dasar cukup melalui BPJS. Tapi untuk program pensiun yang memberikan benefit lebih bisa diserahkan kepada DPLK," kata Daneth Fitrianto, Ketua Bidang Investasi Asosiasi DPLK, kemarin (19/4).Steven Tanner, Actuary Dayamandiri Dharmakonsilindo, menyatakan, kehadiran DPLK perlu untuk memenuhi tingkat penghasilan pensiun pekerja. Pasalnya, menggantungkan uang pensiun hanya dari BPJS tidak akan cukup memenuhi kebutuhan hidup para pekerja saat pensiun. Sebagai gambaran, ketika memasuki umur 55 tahun maka besar iuran pensiun yang diperlukan sekitar 70%- 80% dari gaji yang terakhir didapat. Untuk mendapatkan itu, seharusnya 30% dari jaminan hari tua Jamsostek dan pesangon yang dibayar langsung ketika pensiun. Sisanya, sebesar 50% dibayarkan melalui dua sumber, yaitu dari BPJS yang ditaksir hanya bisa memenuhi 15% dan dari DPLK sebesar 35%. "Di sini peranan dari DPLK yang mengisi sisa dari besar tingkat penghasil pensiun," kata Steven.Saat ini ada 24 perusahaan pengelola dana pensiun yang tergabung dalam ADPLK. Per Desember 2012, aset ADPLK telah mencapai Rp 27 triliun atau tumbuh 20% dibandingkan tahun sebelumnya. ADPLK memprediksi, pertumbuhan aset ADPLK tahun ini tumbuh 15% hingga 20%.Kontribusi dana pensiun terhadap terhadap ekonomi selama ini sangat kecil, hanya 4% dari produk domestik bruto (PDB). Kontribusi ini tertinggal jauh dari negara tetangga. Di Singapura, industri dana pensiun mencapai 77% dari PDB, Malaysia 69% dan Filipina 10%. Penyebabnya, kurang sosialisasi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News