Asosiasi Konsumen Sebut RPP Kesehatan Bakal Menghantam Industri Kretek Nasional



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Asosiasi konsumen menilai sejumlah larangan terhadap produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan membahayakan produk kretek dan para pedagang kecil. 

Oleh karena itu, asosiasi ini meminta agar pemerintah sebaiknya memperkuat implementasi regulasi yang sudah berlaku, alih-alih membikin aturan baru.     Juru Bicara Komunitas Kretek, Siti Fatona, mengatakan draf RPP Kesehatan, khususnya pasal pertembakauan akan sangat berbahaya jika disahkan. “Ada beberapa pasal, yang utamanya, akan mengancam hajat hidup orang banyak, terutama pihak-pihak yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau," kata dia dalam keterangan resminya, Senin (7/11).   Salah satu hal yang paling signifikan menurutnya adalah ancaman kematian terhadap kelestarian kretek sebagai produk khas dan warisan budaya bangsa Indonesia. 

Itu tercermin pada pasal yang mewajibkan isi dalam setiap bungkus rokok minimal harus 20 batang. Ia bilang, jika itu dipaksakan maka industri kretek nasional yang akan dirugikan.   Padahal, industri kretek adalah sektor padat karya yang melibatkan banyak tenaga kerja mulai dari petani tembakau dan cengkeh hingga para pekerja dan pedagang. 


Baca Juga: Serikat Pekerja Tuntut Kemenkes Keluarkan Pengaturan Tembakau dari RPP Kesehatan

Sejumlah larangan pada pasal pertembakauan RPP Kesehatan diyakini Siti akan semakin menggerus produksi rokok kretek sebab akan terjadi pengurangan daya beli oleh konsumen. Akibatnya, industri kretek akan berangsur mati dan berdampak seluruh tenaga kerja yang ada di dalamnya.   Menurut Siti, aturan itu justru akan membuat konsumen beralih ke rokok rokok ilegal yang lebih murah. Ia meminta agar Kementerian Kesehatan sebaiknya fokus pada hal yang lebih prioritas untuk isu kesehatan, seperti sulitnya akses kesehatan di daerah-daerah terpencil.

Adapun teknis pengaturan produk tembakau diminta dikembalikan ke peraturan yang sudah berlaku yang dinilai sudah sangat komprehensif, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012.    Sebelumnya, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo menjelaskan RPP Kesehatan tidak bisa hanya dirancang berdasarkan idealisme yang seolah sempurna, tanpa memerhatikan kenyataan di masyarakat.

Menurutnya, pemerintah mengesampingkan fakta bahwa industri itu merupakan sumber pendapatan negara melalui cukai. 

Selain itu, ia melihat rokok ilegal ini akan semakin merebak jika segala larangan (aturan produk tembakau) dalam RPP Kesehatan diterapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk