KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memproyeksikan bisnis asuransi
marine cargo bisa tumbuh positif hingga akhir tahun 2018. Kondisi ekonomi yang terus membaik berpeluang mendongkrak asuransi ini. Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menilai, bisnis asuransi umum bisa tumbuh hingga 10%, termasuk di dalamnya asuransi pengangkutan di tahun ini. Terlebih, bisnis asuransi pengakutan ini dukung oleh Peraturan Menteri Perdagangan No. 48 tahun 2018, yang mengatur kewajiban penggunaan asuransi dalam negeri untuk ekspor batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO). “Permendag ini berpotensi menambah penerimaan premi dari lini bisnis asuransi pengangkutan, sampai dengan diberlakukan pada 1 Agustus 2018,” kata Dody kepada Kontan.co.id, Minggu (22/7).
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah bertemu dengan pihak asuransi, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Kementerian Perhubungan dan Kemenko Perekonomian. Pertemuan itu membahas hal teknis terkait pelaksanaan Permendag tersebut, agar nantinya bisa berjalan lancar. Dalam hal ini, Dody mengaku perusahaan asuransi tidak mempunyai persiapan khusus terkait adanya kemungkinan peningkatan permintaan asuransi pengangkutan nasional. Alasannya, sekitar 73 perusahaan asuransi umum yang termasuk anggota AAUI, sudah lama menerbitkan polis asuransi pengakutan. “Tidak ada persiapan khusus terkait penambahan dan dan sumber daya manusia. Prinsipnya semua perusahaan siap, beberapa di antaranya sudah berpengalaman menanggung risiko pengangkutan batubara dan minyak kelapa sawit,” ungkapnya. Adapun yang dimaksud asuransi nasional itu adalah asuransi yang mempunyai badan hukum di Indonesia, yaitu perusahaan sudah mendapatkan izin dari pemerintah. Bisa perusahaan asuransi dengan saham dari pemilik lokal atau saham campuran asing dan lokal. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahaan Pereasuransian. Pada pasal 5 menyebutkan, kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian dilarang melebihi 80% dari modal yang disetor perusahaan. “Perusahaan
joint venture yang berbadan hukum di Indonesia, termasuk dalam perusahaan asuransi nasional,” kata dia. Meski demikian, ia tidak bisa menjelaskan secara rinci berapa jumlah pengguna asuransi nasional dan asing, untuk menjamin perlindungan pengakutan, baik untuk tujuan domestik, ekspor dan impor. Namun, selama ini, kegiatan pengangkutan ekspor masih dipegang oleh perusahaan asuransi luar negeri, karena sistem yang dipakai
free on board (FOB). Suatu sistem bisnis internasional, di mana penetapan kewajiban, biaya, pengangkutan dan risiko pengiriman barang ditanggung oleh pembeli. “Selama ini eskpor minyak kelapa sawit dan batubara banyak menggunakan skema perdagangan FOB, penentuan asuransi ditetapkan oleh pembeli di luar negeri, sehingga asuransi pengangkutan yang digunakan juga dari luar,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah melalui Permendag Nomor 48 tahun 2018 berharap asuransi nasional punya kapasitas besar menangani penjaminan risiko atas pengakutan barang ekspor maupun impor. Tapi saat ini, penentuan perusahaan asuransi masih dipegang oleh pihak pembeli, sehingga Dody berharap ada peran serta dari APBI dan GAPKI untuk mengajak pembeli menggunakan asuransi dari dalam negeri. Asuransi pengangkutan atau
marine cargo adalah produk asuransi yang bertujuan untuk memberikan proteksi terhadap barang yang diangkut melalui jalur darat, laut maupun udara. Berdasarkan data asosiasi, hingga kuartal I 2018, premi asuransi cargo mencapai Rp 1,17 triliun, naik 13,5% dibandingan periode yang sama di tahun lalu yaitu Rp 1,03 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati