JAKARTA. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) pesimistis terhadap realisasi ekspor tahun 2009. Hal itu sebabkan oleh jatuhnya harga kopi dunia dan menguatnya nilai tukar rupiah. "Kami saat ini tergencet oleh harga jual dan nilai tukar rupiah terhadap dolar," kata Rachim Kartabrata, Sekretaris Jenderal AEKI kepada KONTAN kemarin (8/10).Rachim meyebutkan, rata-rata disepanjang semester I tahun ini, harga kopi jenis robusta yang merupakan jenis kopi terbanyak di Indonesia, berada di level yang memprihatinkan. "Harga robusta turun dari US$ 2,2 per kilogram (kg) menjadi US$ 1,3 per kg," kata Rachim. Menurut Rachim, turunnya harga itu disebabkan adanya krisis ekonomi yang menerpa beberapa negara maju. Kondisi harga rendah itu masih terjadi sampai dengan pengiriman kopi bulan September lalu. Akibatnya, volume ekspor kopi jenis tersebut, mengalami penurunan selama September yang hanya mencapai 39.435 ribu ton atau lebih rendah 14,5% dari bulan sebelumnya. Selain harga yang rendah, ekspor bulan September juga dipengaruhi oleh berkurangnya aktivitas ekpor karena adanya libur panjang Idul Fitri.Namun, dilihat dari transaksi perdagangan, eksportir kopi merasakan adanya penurunan nilai karena harganya yang belum mengalami perbaikan. Di sisi lain, ya itu tadi, kondisi tersebut diperparah oleh menguatnya nilai tukar rupiah yang membuat eksportir kesulitan mendapatkan keuntungan.Ekspor diprediksi turunTahun 2008 ekspor kopi robusta Indonesia mencapai 250 ribu ton. Volume itu turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 300 ribu ton. Menurut AEKI, di tahun ini, volume ekspor kopi robusta juga akan sulit menembus 300 ribu ton. "Ekspor bisa lebih rendah dari 2008, apalagi jika rupiah menguat yang bisa membuat eksportir menunda ekspornya sambil menunggu harga kembali membaik" ucapnya.Salah satu solusi yang ditawarkan oleh eksportir saat ini adalah melakukan loby dan pendekatan pasar dengan vietnam sebagai produsen terbesar kopi robusta. Langkah yang bisa dilakukan adalah membentuk forum bersama untuk membahas harga kopi. Pasalnya, saat ini Vietnam berada dalam titik panen puncak dan mampu memproduksi 900 ribu ton per tahun. Kekhawatiran Rachim adalah, Vietnam membanderol kopinya dengan harga murah, sehingga ikut menurunkan harga kopi Indonesia di bursa Liffe Exchange di London.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Asosiasi Pesimistis, Ekspor Kopi 2009 Mencapai Target
JAKARTA. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) pesimistis terhadap realisasi ekspor tahun 2009. Hal itu sebabkan oleh jatuhnya harga kopi dunia dan menguatnya nilai tukar rupiah. "Kami saat ini tergencet oleh harga jual dan nilai tukar rupiah terhadap dolar," kata Rachim Kartabrata, Sekretaris Jenderal AEKI kepada KONTAN kemarin (8/10).Rachim meyebutkan, rata-rata disepanjang semester I tahun ini, harga kopi jenis robusta yang merupakan jenis kopi terbanyak di Indonesia, berada di level yang memprihatinkan. "Harga robusta turun dari US$ 2,2 per kilogram (kg) menjadi US$ 1,3 per kg," kata Rachim. Menurut Rachim, turunnya harga itu disebabkan adanya krisis ekonomi yang menerpa beberapa negara maju. Kondisi harga rendah itu masih terjadi sampai dengan pengiriman kopi bulan September lalu. Akibatnya, volume ekspor kopi jenis tersebut, mengalami penurunan selama September yang hanya mencapai 39.435 ribu ton atau lebih rendah 14,5% dari bulan sebelumnya. Selain harga yang rendah, ekspor bulan September juga dipengaruhi oleh berkurangnya aktivitas ekpor karena adanya libur panjang Idul Fitri.Namun, dilihat dari transaksi perdagangan, eksportir kopi merasakan adanya penurunan nilai karena harganya yang belum mengalami perbaikan. Di sisi lain, ya itu tadi, kondisi tersebut diperparah oleh menguatnya nilai tukar rupiah yang membuat eksportir kesulitan mendapatkan keuntungan.Ekspor diprediksi turunTahun 2008 ekspor kopi robusta Indonesia mencapai 250 ribu ton. Volume itu turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 300 ribu ton. Menurut AEKI, di tahun ini, volume ekspor kopi robusta juga akan sulit menembus 300 ribu ton. "Ekspor bisa lebih rendah dari 2008, apalagi jika rupiah menguat yang bisa membuat eksportir menunda ekspornya sambil menunggu harga kembali membaik" ucapnya.Salah satu solusi yang ditawarkan oleh eksportir saat ini adalah melakukan loby dan pendekatan pasar dengan vietnam sebagai produsen terbesar kopi robusta. Langkah yang bisa dilakukan adalah membentuk forum bersama untuk membahas harga kopi. Pasalnya, saat ini Vietnam berada dalam titik panen puncak dan mampu memproduksi 900 ribu ton per tahun. Kekhawatiran Rachim adalah, Vietnam membanderol kopinya dengan harga murah, sehingga ikut menurunkan harga kopi Indonesia di bursa Liffe Exchange di London.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News