Asosiasi tagih patokan baru premi banjir



JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) meminta regulator segera menetapkan patokan premi banjir untuk industri. Pasalnya, jika terus molor, perusahaan asuransi bakal menderita lantaran harus merogoh kocek dalam-dalam ketika membayar klaim akibat banjir. "Industri sangat membutuhkan kehadiran patokan tarif itu," ujar Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (27/8).

Ia mengacu kepada bencana banjir yang terjadi berkali-kali. Awal tahun ini misalnya, banjir besar merendam Jakarta. Alhasil, perusahaan asuransi memanen klaim berbagai kerugian harta benda.

Klaim asuransi pun membengkak, yang besarannya jauh melebihi pendapatan premi banjir. "Yang terjadi adalah adanya underpricing. Tarif itu tidak sebanding dengan besaran klaim yang dikeluarkan perusahaan asuransi," tukasnya.


Lantaran kawasan banjir sangat luas, asosiasi menilai pemberlakuan single rate untuk semua premi banjir tidak adil. Misalnya, menerapkan premi untuk rumah yang tidak pernah kena banjir dengan hitungan risiko yang sama dengan rumah rawan banjir.

Tak satu hitungan

Julian mengusulkan tarif premi itu tidak single rate (tarif tunggal) melainkan dibagi menjadi empat, yang disesuaikan dengan tempat tinggal nasabah, yaitu sangat rawan, rawan, setengah rawan, dan tak rawan. "Semakin rawan tempat tinggal dengan banjir, semakin mahal preminya," katanya. Meski begitu, dia bilang, perusahaan asuransi masih akan menunggu keputusan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mematok tarif tersebut.

Sekadar informasi, awal tahun ini, AAUI sempat menyatakan keinginannya membuat surat keputusan tentang pemberlakuan pedoman tarif baru premi perluasan banjir untuk asuransi properti dan zona perluasan banjir. Dari data yang diperoleh KONTAN, kisaran tarif premi baru properti 0,045%-0,5% dari nilai pertanggungan. Rate ini lebih tinggi dibandingkan tarif yang berlaku saat ini yaitu mulai dari 0,017%.

Belakangan, AAUI membatalkan keputusan itu karena khawatir terhadap tudingan kartel tarif asuransi. Sebagai gantinya, tim OJK sedang menggodok tarif baru premi banjir itu. "Kami masih mengkajinya dan potensi klaimnya," ujar Dumoly Pardede, Deputi Komisioner OJK bidang Industri Keuangan Non-Bank. Ia menjanjikan peraturan premi banjir itu akan dirilis dalam tahun ini.

Manajer Klaim Asuransi Central Asia (ACA) Budi Harto, mengatakan, regulator perlu melihat kasus dan kemampuan setiap perusahaan asuransi dalam membuat patokan tarif premi. ACA mencatat 116 kasus klaim sejak awal 2013 hingga pekan lalu. Nilai pembayaran klaimnya Rp 56,2 miliar plus US$ 214. Prioritasnya pada rumah atau ruko dengan proses klaim lebih cepat dan menjadi kebutuhan masyarakat.

Sebelumnya, ACA menanggung klaim hingga Rp 400 miliar untuk banjir besar yang melanda Jakarta pada bulan Januari tahun ini. Tanpa kasus besar seperti itu, menurut Budi, sebenarnya klaim untuk banjir tak terlalu banyak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia