Asosiasi tembakau minta kenaikan tarif cukai jangan terlalu tinggi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku di industri hasil tembakau (IHT) mendesak pemerintah agar tidak menaikkan tarif cukai yang terlampau tinggi untuk 2019 mendatang. Penerapan tarif cukai yang rata-rata sebesar 10,4% untuk tahun 2018 ini saja dinilai sudah memberatkan industri hasil tembakau.

“Sesuai surat yang telah kami sampaikan kepada Presiden Jokowi pada Juli 2018, kami sangat mengharapkan tidak adanya kenaikan cukai, mengingat telah terjadi penurunan produksi selama kurang lebih 2 tahun ini yang berdampak langsung kepada pekerja,” ucap Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto, kepada wartawan, Jumat (26/10).

Pemerintah rencananya akan menaikkan harga rokok yang cukup drastis per bungkusnya tahun depan. Cara yang dilakukan adalah dengan menaikkan tarif cukai yang tinggi di atas 10% dan juga kenaikan yang sangat tinggi pada besaran harga banderol / harga jual eceran.


Sudarto menjelaskan naiknya tarif cukai akan sangat dirasakan para buruh rokok. Mereka bisa terancam kehilangan mata pencahariannya. 

"Pertama, penurunan garapan berarti penurunan penghasilan bagi para pekerja. Kedua, pengurangan tenaga kerja (PHK), dengan kata lain pekerja rokok (wong cilik) tidak terlindungi hak-haknya perlindungannya atas pekerjaan dan penghasilannya," tegasnya.

Pemerintah, Sudarto menambahkan, harus memperhitungkan nasib para pekerja rokok sebelum membuat keputusan. Apalagi pabrik-pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT) menyerap jumlah tenaga kerja yang sangat besar. 

Karena itu, ia berharap pemerintah juga memberikan keringanan tarif cukai yang lebih murah bagi pabrik-pabrik SKT.

"Semoga kita semua tidak buta dan tuli atas kondisi dan aspirasi pekerja rokok (wong cilik) yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang punya hak dan kesempatan yang sama seperti rakyat pada umumnya," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran. Dia meminta pemerintah mengkaji secara utuh kinerja industri rokok saat ini. Pasca penerapan kenaikan tarif cukai yang rata-rata 10,04% pada tahun ini, kinerja industri rokok semakin terpuruk.

“Pemerintah perlu melihat industri kami satu semester ini bisa turun 1%, karena pasar yang melemah dan harga rokok sudah terlalu tinggi. Harga rokok sudah sampai titik kulminasi. Kalau pemerintah terus naikkan lagi, secara kuantitas akan turun,” kata Soemiran pada Mei lalu.

Saat ini, dia meneruskan, jumlah produksi rokok per batang telah mengalami penurunan. Namun ia tidak merinci besarannya. Hal ini, kata dia, dikarenakan tarif cukai yang naik sehingga harga rokok pun ikut meroket. 

“Jadi pendapatan tetap tidak dapat dibandingkan dengan produksi,” jelasnya.

Ketua Dewan Penasihat Forum Masyarakat Industri Rokok (Formasi) Andriono Bing Pratikno menambahkan kenaikan tarif cukai yang terlampau tinggi akan menyebabkan stagnansi di industri hasil tembakau. Andriono memahami negara membutuhkan pemasukan dari cukai.

Namun jangan sampai menaikkan tarif yang terlalu tinggi sehingga memberatkan industri hasil tembakau. "Yang kita harapkan pertama cukai naik yang normal sesuai kemampuan daya beli dan kedua ada pertumbuhan," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia