Asosiasi Tuna minta Eropa turunkan tarif impor



JAKARTA. Pengusaha tuna asal Indonesia meminta agar Uni Eropa (UE) memberikan insentif berupa penurunan tarif impor atau bea masuk produk tuna asal Indonesia. Pasalnya, tuntutan Uni Eropa agar produk tuna asal Indonesia mengantongi sertifikat hasil tangkapan ikan (SHTI) telah dipenuhi sebagian eksportir tuna Indonesia, khususnya para nelayan kecil dan menengah.

Tarif impor tuna yang mencapai 18% dari harga tersebut dinilai terlalu besar dan membuat produk tuna asal Indonesia tidak kompetitif. Ivan Amin Ketua Bidang Pemasaran Luar Negeri Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) mengatakan sebagian besar eksportir tuna ke Eropa berasal dari nelayan dan pemilik kapal kecil di dengan berat di bawah 30 gross ton (GT). Mereka ini dituntut mengantongi SHTI dari Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar produknya diterima di UE yang membawahi 28 negara.

Dengan adanya SHTI ini, maka semua data dan dokumen ikan tersebut jelas dan bisa ditelusuri. "Jadi kami meminta agar nelayan kita mendapatkan keringanan dan dihargai hasil tangkapannya dengan memberikan keringanan tarif masuk ke Uni Eropa," ujar Amin kepada KONTAN, Rabu (10/6). Amin meminta kalau bisa tarif impor tuna tersebut diturunkan sampai 0%. Dengan diberikan keringanan tersebut, ia yakin para nelayan kecil yang mengantongi SHTI akan semakin meningkatkan produktivitas mereka menghasilkan ikan tuna yang berkualitas.


Ia mendesak agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama-sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemdag) menyuarakan hal ini kepada Uni Eropa. Selain ke UE, pengusaha tuna juga mengekspor produk mereka ke Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lain. Dimaan tarif masuk produk tuna ke AS lebih rendah atau di bawah 18%. "Memang lebih rendah di bawah 18% tapi persisnya saya tidak ingat," imbuh Amin. Terkait permintaan itu, Amin bilang, Minister Counsellor European Union (EU) Franck Viault saat berkunjung ke Bali beberapa hari lalu, mengatakan kebijakan untuk menurunkan BK tergantung negosiasi pemerintah Indonesia dengan pihak UE. Secara khusus dalam hal ini Kemdag dan KKP. Dengan adanya negosiasi ulang soal tarif BK maka suara para nelayan asal Indonesia bisa didengar dan dipertimbangkan UE. Sejauh ini pemerintah belum merespons permintaan tersebut. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Saut P. Hutagalung belum merespons panggilan telepon dan pesan singkat dari KONTAN. Pemerintah menargetkan ekspor perikanan meningkat menjadi US$2,5 miliar hingga Juni 2015 ini. Sebelumnya, nilai ekspor perikanan kuartal I 2015 sebesar US$ 969 juta, turun 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau sebesar US$1,068 miliar.

Sementara itu, volume ekspor perikanan kuartal I 2015 tercatat sebesar 245.084,9 ton, turun 16,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau sebesar 293.6244,4 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan