KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Kondisi industri ritel di Indonesia pada semester II-2023 dan memasuki tahun 2024 dirasa tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku di Industri. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, berdasarkan data asosiasi, kunjungan konsumen menurun sejak pertengahan tahun 2023 yakni ketika marak dibukanya toko-toko
thrifting impor. “Itu toko-toko
thrifting produk ilegal dan bekas menggerus 4%-5% atas penjualan ritel dalam semester II-2023,” katanya saat ditemui Kontan di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/01).
Selain itu, hingga kini masih marak pula penggunaan dan pemalsuan brand atau merek ritel tertentu yang akhirnya mempengaruhi konsumen berbelanja terhadap produk-produk lokal Indonesia. “Padahal terdapat sisi yang perlu dicermati oleh konsumen karena produk-produk impor ilegal tersebut bercampur dengan produk bekas pakai, yang faktor kesehatan (hygiene) sangat diragukan karena tidak diketahui siapa pemakai sebelumnya,” tambahnya.
Baca Juga: Aprindo Ungkap Aturan Pengetatan Impor Hanya Akan Tingkatkan Produk Ilegal Senada dengan APRINDO, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, asosiasi memiliki target optimistis tahun 2024 dengan keterisian atau okupansi mencapai 90%. “Ternyata banyak peritel yg menunda atau membatalkan untuk membuka toko-toko baru di 2024. Jadi tadinya target kami 90%, kami khawatir tidak tercapai,” ungkapnya. Selain masih maraknya barang-barang impor ilegal, penurunan pencapaian ini ungkap dia juga bisa disumbang dari peraturan pemerintah soal revisi pembatasan impor. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pengetatan arus masuk barang impor dilatarbelakangi beberapa keluhan dari asosiasi maupun masyarakat. Keluhan itu terkait banjirnya barang impor di pasar tradisional, sepinya pasar tradisional dan peningkatan penjualan bukan barang dalam negeri di e-commerce. Kemudian maraknya impor ilegal pakaian bekas, dan juga terjadinya pemutusan hubungan kerja di sektor industri tekstil. Dan akibat perubahan post border menjadi border, maka ada regulasi yang diperbaiki pada beberapa kementerian. “Tanpa disadari, rencana pembatasan impor jika dikaji lebih lanjut bisa ancam keberlangsungan industri ritel di Indonesia. Mereka bukan mempersulit impor ilegal tapi justru impor resmi. Kami (pengusaha ritel) yang terkena padahal kami masukan (barang impor) itu yang mereknya jelas, prosesnya jelas, bayar pajak jelas,” jelasnya.
Baca Juga: Aprindo Kritisi Keputusan Pemerintah Terkait Pengetatan Impor Masuk tahun 2024, menurutnya banyak retailer yang membatalkan pembukaan toko baru. Padahal menurutnya untuk mengembalikan pertumbuhan ritel tidak bisa hanya mengandalkan toko yang sudah ada. “Harus ada tumbuh signifikan dengan adanya tumbuhan toko-toko baru. Karena dengan pembatasan impor ini akan terjadi kelangkaan barang dan harga mahal jadi akan bebani konsumen. Ini juga bikin industri ritel makin lesu, impor ilegal justru gak disentuh pemerintah karena fokus impor resmi yang dibatasi,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari