KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan penerapan skema Dynamic Tariff dalam kebijakan tarif royalti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk sektor batubara dan mineral. Usulan ini disampaikan sebagai respons terhadap rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berencana menaikkan tarif royalti PNBP bagi industri pertambangan. Baca Juga: Pebisnis Keberatan, Kenaikan Tarif Royalti Minerba Dinilai Memberatkan Industri
Kenaikan Royalti Dinilai Memberatkan Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya memahami upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dan mengoptimalkan nilai sumber daya mineral. Namun, ia mengingatkan bahwa tarif royalti batubara baru saja naik 50-100% melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2022. "Jika kenaikan kembali diterapkan, ini akan semakin membebani pelaku usaha tambang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/3). Menurutnya, biaya operasional pertambangan terus meningkat, termasuk stripping ratio yang kini rata-rata di atas 1:10 serta harga BBM yang tinggi. Selain itu, harga komoditas sedang berada pada titik terendah dalam lima tahun terakhir, turun sekitar 60% dari puncaknya pada 2022. Baca Juga: IMA Minta Penundaan Kenaikan Tarif Royalti Minerba, Ini Pertimbangannya Untuk komoditas mineral, rencana kenaikan tarif royalti juga dinilai terlalu drastis. Beberapa tarif yang akan naik hingga tiga kali lipat, antara lain:
- Bijih tembaga: dari 5% menjadi 17%
- Nickel matte: dari 2% menjadi 6,5%
- Feronikel: dari 2% menjadi 7%