KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menyebut pemangkasan ekspor gas bumi yang akan diterapkan secara bertahap oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan berdampak pada iklim investasi hulu migas di dalam negergi. "Efek terbesarnya adalah ya di investasi. Ini akan dilihat sebagai suatu ketidakpastian," ungkap Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal kepada Kontan, Rabu (24/12/2025). "Ini yang menahan terusan ekspor gas, yang produksi gas Itu mayoritas daerah-daerah ini mereka masih bergantung pada ekspor, kenapa?"ujar Mosche. Moshe menambahkan, jika dibandingkan dengan harga gas yang dijual di dalam negeri, harga gas untuk ekspor dinilai lebih menguntungkan karena tidak adanya intervensi dari pemerintah. "Investor akan berhitung lagi nih, kalau misalkan dilarang ekspor dan harus dipakai untuk jual di dalam negeri, apakah harga jualnya sesuai dengan apa yang mereka dapat dari luar? Karena kan harga gas dalam negeri itu kan sangat-sangat diatur oleh pemerintah," jelas Moshe. Baca Juga: Kementerian ESDM Akan Pangkas Kuota Ekspor Gas Secara Bertahap, Ini Alasannya Dalam catatan Aspermigas, Moshe menyebut saat ini industri ekspor gas, atau hulu dan produksi gas dengan kapasitas besar, dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) asing, seperti BP (British Petroleum), Chevron, ExxonMobil, dan Petronas. "Saya rasa, ujung-ujungnya kalau mereka dipaksa jual dalam negeri, mereka bukannya menambah produksinya (gas) malah justru akan mengurangi produksinya karena mereka akan rugi dari sisi harga," tambah Moshe. Di sisi lain, Moshe juga menyoroti kontrak kerjasama jangka panjang pembelian gas yang mungkin sudah terlaksana antara K3S dengan importir mereka. "Biasanya (kontrak) jangka panjang, dan ada pinalti. Meskipun pemerintah mau tanggung (pinalti) ini hanya jangka pendek, seharunya ada solusi jangka panjang, ini tidak sustain," jelasnya. Untuk mengatasi ketimpangan kebutuhan dalam negeri, menurutnya dibandingkan dengan memangkas ekspor, pemerintah harusnya mulai memikirkan untuk meningkatkan volume produksi gas, dengan penyesuaian harga di dalam negeri. "Coba kita pikir jangka panjang, gimana kita meningkatkan produksi gas kita. Jadi tetap bisa ekspor sebagaian dan dalam negeri juga," ungkapnya. Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut akan memangkas kuota ekspor gas bumi secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang.
Aspermigas Ungkap Efek Samping dari Pemangkasan Ekspor Gas
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menyebut pemangkasan ekspor gas bumi yang akan diterapkan secara bertahap oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan berdampak pada iklim investasi hulu migas di dalam negergi. "Efek terbesarnya adalah ya di investasi. Ini akan dilihat sebagai suatu ketidakpastian," ungkap Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal kepada Kontan, Rabu (24/12/2025). "Ini yang menahan terusan ekspor gas, yang produksi gas Itu mayoritas daerah-daerah ini mereka masih bergantung pada ekspor, kenapa?"ujar Mosche. Moshe menambahkan, jika dibandingkan dengan harga gas yang dijual di dalam negeri, harga gas untuk ekspor dinilai lebih menguntungkan karena tidak adanya intervensi dari pemerintah. "Investor akan berhitung lagi nih, kalau misalkan dilarang ekspor dan harus dipakai untuk jual di dalam negeri, apakah harga jualnya sesuai dengan apa yang mereka dapat dari luar? Karena kan harga gas dalam negeri itu kan sangat-sangat diatur oleh pemerintah," jelas Moshe. Baca Juga: Kementerian ESDM Akan Pangkas Kuota Ekspor Gas Secara Bertahap, Ini Alasannya Dalam catatan Aspermigas, Moshe menyebut saat ini industri ekspor gas, atau hulu dan produksi gas dengan kapasitas besar, dikelola oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) asing, seperti BP (British Petroleum), Chevron, ExxonMobil, dan Petronas. "Saya rasa, ujung-ujungnya kalau mereka dipaksa jual dalam negeri, mereka bukannya menambah produksinya (gas) malah justru akan mengurangi produksinya karena mereka akan rugi dari sisi harga," tambah Moshe. Di sisi lain, Moshe juga menyoroti kontrak kerjasama jangka panjang pembelian gas yang mungkin sudah terlaksana antara K3S dengan importir mereka. "Biasanya (kontrak) jangka panjang, dan ada pinalti. Meskipun pemerintah mau tanggung (pinalti) ini hanya jangka pendek, seharunya ada solusi jangka panjang, ini tidak sustain," jelasnya. Untuk mengatasi ketimpangan kebutuhan dalam negeri, menurutnya dibandingkan dengan memangkas ekspor, pemerintah harusnya mulai memikirkan untuk meningkatkan volume produksi gas, dengan penyesuaian harga di dalam negeri. "Coba kita pikir jangka panjang, gimana kita meningkatkan produksi gas kita. Jadi tetap bisa ekspor sebagaian dan dalam negeri juga," ungkapnya. Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut akan memangkas kuota ekspor gas bumi secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang.