KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana India yang akan menurunkan bea masuk impor minyak sawit alias
Crude Palm Oil (CPO) di awal tahun 2019, tak berdampak sama sekali bagi kinerja PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI). Alasannya perusahaan yang tergabung dalam grup Astra tersebut, saat ini belum melirik pasar ekspor. Hal tersebut diutarakan oleh Vice President of Communication AALI, Tofan Mahdi. "Saat ini AALI belum ada ekspor CPO. Pasar CPO AALI adalah domestik," terangnya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/12). Sekadar info, penjualan AALI pada periode Januari-September 2018 naik 10,16% year on year (yoy) menjadi Rp 13,76 triliun dari Rp 12,49 triliun.
Penjualan AALI ditopang oleh produk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya yang menyumbang 87,55% pendapatan emiten hingga kuartal III 2018. Kemudian produk inti sawit dan turunannya menyumbang 11,34% pendapatan dan produk lainnya sebesar 1,1%. Lebih rinci lagi, penjualan CPO dan turunannya hingga kuartal III 2018 senilai Rp 12,05 triliun, naik 14,44% dari yoy di Rp 10,53 triliun. Kemudian, penjualan inti sawit dan turunannya senilai Rp 1,56 triliun, turun 19,285% dari yoy Rp 1,93 triliun. Dan penjualan lainnya senilai Rp 151,58 miliar, naik signifikan 400,49% dari yoy Rp 30,29 miliar. Pelanggan utama dari AALI dicatat adalah PT Musim Mas yang melakukan transaksi hingga Rp 9,42 triliun atau setara 68,44% keseluruhan penjualan AALI. Asal tahu, PT Musim Mas menjadi salah satu dari 19 perusahaan yang menyuplai bahan baku biofuel dalam kebijakan mandatori biodiesel 20%. Dari sisi wilayah, total kontribusi penjualan CPO dari kebun sawit yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi hingga triwulan III 2018 sebesar Rp 20,24 triliun atau naik 7% dari Rp 18,90 triliun pada periode yang sama di 2017. Adapun penjualan CPO dari Sumatera di kuartal III 2018 sebesar Rp 5,44 triliun atau turun 10% dari Rp 6,07 triliun pada kuartal III 2017. Untuk wilayah Kalimantan naik 28% year on year (yoy) menjadi Rp 7,23 triliun dari Rp 5,62 triliun. Sementara dari Sulawesi menyumbang Rp 7,55 triliun atau naik 5% yoy dari Rp 7,21 triliun
Beban produksi juga meningkat 15,95% jadi Rp 11,12 triliun dari Rp 9,59 triliun. Kenaikan beban produksi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan penggunaan bahan baku dan biaya pengolahan, serta kenaikan pada biaya panen dan pemeliharaan. Beban umum dan administrasi AALI hingga akhir September mencapai Rp 585,25 miliar, lebih tinggi daripada tahun lalu Rp 575,02 miliar. Keuntungan selisih kurs bersih yang mencapai Rp 102,62 miliar sulit mendongkrak laba AALI yang tertekan beban pokok pendapatan dan beban penjualan. Imbasnya, AALI mencatat koreksi laba kuartal III 2018, turun 18,22% menjadi Rp 1,12 triliun dari periode sembilan bulan pertama tahun lalu di Rp 1,37 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto