KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham PT Astra International Tbk (
ASII) tergeser dari jajaran 10 emiten dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Astra International sebelumnya bertengger pada peringkat 10 dalam jajaran emiten dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) per akhir Juni 2024. Namun, berdasarkan data BEI Senin (22/7), ASII tidak ada di 10 besar dan digeser oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) dengan market cap sebesar Rp 188 triliun. Sejak akhir Juni hingga Senin (22/7), harga saham ASII hanya naik 1,34%. Di periode yang sama, harga saham BBNI melonjak 9,44%. Lonjakan harga saham BBNI yang lebih besar ini menyebabkan market cap BBNI turut melonjak sehingga mampu melewati ASII.
Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun, harga saham BBNI turun 5,12%. Sedangkan harga saham ASII turun 20% sejak awal tahun.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Bank Big Four yang Diproyeksi Pulih di Semester II-2024 Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer melihat, penurunan harga saham ASII membuatnya tidak lagi berada di jajaran top 10 market cap. Hal itu terjadi akibat respons dari penurunan kinerja di awal tahun ini. "Selain itu prospek serta sentimen yang masih kurang optimal juga turut menekan harga pasar ASII di periode awal tahun kemarin," jelas Miftahul pada Kontan.co.id, Senin (22/7). Meski begitu Miftahul berpendapat potensi
rebound saham ASII masih cukup besar. Terlebih lagi dari segi valuasi ASII tergolong sudah cukup
priced in dan tergolong
undervalued. Selain itu juga ada kemungkinan besar akan ada perbaikan kinerja di akhir semester I. Penjualan mobil Astra pada Bulan Juni 2024 meningkat 6,3% menjadi 43.908 unit dibandingkan bulan sebelumnya. "Di tambah lagi adanya gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) di awal Juli berpotensi mendatangkan momentum positif bagi Astra," ujar dia.
Baca Juga: Enam Saham Bertukar Tempat, Ini Top 10 Market Cap IHSG Hingga Akhir Pekan Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee juga berpendapat penurunan yang terjadi pada ASII ini disebabkan oleh sejumlah sentimen. Di antaranya adanya penurunan penjualan mobil secara nasional serta masuknya mobil listrik dari China pada pasar otomotif Indonesia. "Selain itu juga ada faktor dari ruginya investasi pada GOTO dan asing yang mulai menjual saham ASII," ungkap Hans. Hans melihat tekanan pada ASII yang terjadi saat ini hanya bersifat sementara karena adanya pelemahan daya beli yang menekan penjualan. Di sisi lain, pada jajaran top 10 market cap di BEI Hans melihat PT Bayan Resources Tbk (
BYAN) berpotensi akan meningkat dari sisi kinerja dan sahamnya. Hal itu didorong dari harga batu bara yang dalam kondisi positif saat ini. "Sedangkan kalau BREN dan TPIA ini sahamnya bergerak anomali," ujarnya. Hans juga melihat dari sisi valuasi PER PBV BREN sudah sangat tinggi dan mahal. Jadi jika terjadi
profit taking harga sahamnya juga akan mengalami penurunan cukup dalam. Sedangkan untuk harga di pasar menurut Hans masih sulit diprediksi karena hal itu tergantung pelaku pasar dan kembali pada masing-masing fundamental perusahaan. "Jadi kalau BREN ini harga valuasinya lebih mahal daripada
pears," ucapnya.
Baca Juga: Menakar Prospek Indeks Acuan Baru IDX Economic30 Sementara Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mengatakan tren penurunan pada ASII ini sudah menjadi hal yang wajar. Penurunan harga saham ASII disebabkan oleh tingginya tingkat suku bunga yang mempengaruhi permintaan kredit pada industri otomotif. Di sisi lain Nafan juga melihat adanya dinamika dari pemerintah yang berkomitmen dalam hilirisasi sumber daya alam nikel agar dapat diolah di dalam negeri. Hal itu diwujudkan dengan adanya pembangunan industrialisasi elektrikal secara terpadu.
Meski begitu Nafan berpendapat penurunan pada ASII ini relatif terbatas. Hal itu karena saat ini masih menantikan pelonggaran kebijakan moneter. Menurutnya hal tu akan kembali mendorong likuiditas ASII. "Selain pelonggaran suku bunga juga akan ditopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan stabil," ungkap Nafan. Nafan merekomendasikan untuk
accumulative buy pada PT Astra International Tbk (
ASII) dengan target harga Rp 4.640-Rp 5.075. Sementara Miftahul merekomendasikan untuk
trading buy ASII dengan target harga Rp 4.640 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati