Astra Kian Menyeriusi Bisnis Setrum



JAKARTA. PT Astra International Tbk (ASII) kian serius menggarap bisnis pembangkit listrik. Dalam waktu dekat, anak usaha Grup Astra, PT Astratel Nusantara, akan menandatangani kesepakatan dengan mitra usaha untuk membangun dua pembangkit listrik. Kedua power plant tersebut berlokasi di Sulwesi dan Kalimantan.

Iwan Hadiantoro, Chief of Group Treasury & Investor Relations Astra International menjelaskan, di Sulawesi, Astratel akan membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas 150 mega watt (MW). Sementara di Kalimantan, akan berdiri pembangkit listrik tenaga batubara yang juga berkapasitas 150 MW. "Total nilai investasi (kedua pembangkit listrik) sekitar US$ 450 juta," ujarnya, Selasa (23/7).

Perinciannya, PLTA diperkirakan akan menelan dana investasi sekitar US$ 250 juta. Sedangkan power plant di Kalimantan butuh dana sekitar US$ 200 juta.


Astratel akan menggandeng mitra kerja untuk menggarap kedua pembangkit listrik tersebut. Namun, Iwan masih enggan membocorkan identitas calon koleganya itu. Ia hanya bilang, perusahaan yang dimaksud berasal dari Eropa. Keduanya akan membentuk perusahaan patungan.

Porsi kepemilikan saham dibagi rata alias 50:50. Adapun, proyek yang akan dikerjakan ini merupakan proyek investasi listrik swasta atau independent power producer (IPP). Ia berharap, kesepakatan joint venture sudah bisa disahkan tahun ini. Sehingga, proses pembangunan bisa dimulai awal tahun 2014.

Iwan mengestimasi, pembangunan sumber setrum ini akan memakan waktu sekitar tiga tahun hingga empat tahun.

Imbangi otomotif

Selain Astratel, anak usaha Grup Astra lainnya, PT Pamapersada Nusantara juga tengah mengikuti tender dua proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumatra Selatan. Kedua PLTU tersebut adalah PLTU Mulut Tambang Sumatera Selatan (Sumsel) IX berkapasitas 2x600 MW dan PLTU Mulut Tambang Sumsel X berkapasitas 1x600 MW.

Nilai investasi kedua proyek PLTU tersebut diperkirakan mencapai US$ 4 miliar - US$ 5 miliar. Pamapersada membentuk konsorsium untuk memenangkan proyek ini. Namun, Iwan belum bersedia mengungkapkan anggota konsorsium lainnya.

Asal tahu saja, selain Astra, peserta tender mega-proyek ini antara lain PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). PTBA menggandeng China Huadian Corporation (CHC) sebagai mitra. Sedangkan ADRO melenggang bersama Mitsui & Co dan Korea Electric Power Corp.

Grup perusahaan yang didirikan mendiang William Soeryadjaja ini memang berupaya mengembangkan bisnis infrastruktur. ASII memiliki dua anak usaha yang menggarap bisnis infrastruktur. Mereka adalah Astratel dan PT Intertel Nusaperdana (Intertel).

Januari 2013 lalu, Astratel mengakuisisi 100% saham PT pelabuhan Penajam Banua Taka, pengelola pelabuhan Eastkal Supply Base di Kalimantan Timur. Pelabuhan ini digunakan sebagai sarana distribusi logistik batubara PT United Tractors Tbk (UNTR), logistik sawit milik PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), serta bisnis otomotif.

ASII memiliki semangat untuk menyeimbangkan pendapatan dari bisnis otomotif dan non otomotif. Namun, kata Iwan, tahun ini, porsi otomotif masih akan mendominasi. "Otomotif, termasuk komponen, masih akan berkontribusi sekitar 69% pendapatan tahun ini," tuturnya. Hal ini lantaran bisnis non otomotif lain, seperti tambang, sedang lesu. Sehingga pendapatan non otomotif minim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amailia Putri