Asumsi rupiah 2018 bisa berefek ke bursa



KONTAN.CO.ID - Tahun depan, nilai tukar rupiah berpotensi melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Proyeksi itu tecermin dari target pemerintah yang tertuang dalam Nota Keuangan RAPBN tahun 2018.

Pemerintah mematok nilai tukar rupiah pada 2018 di level Rp 13.500 per dollar AS. Angka ini melemah dibandingkan target di APBN 2017 senilai Rp 13.400 per dollar AS.

Proyeksi koreksi rupiah bisa berdampak ke pasar saham, terutama bagi emiten yang banyak impor dan memiliki utang dollar AS.


Sejumlah emiten sudah bersiap menghadapi pelemahan rupiah, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). "Strategi kami, bisa efisiensi biaya produksi dan peluncuran produk baru," ungkap Presiden Direktur KLBF Vidjongtius, kepada KONTAN, Minggu (20/8).

Berdasarkan laporan keuangan KLBF pada 30 Juni 2017, saat ini emiten tersebut tidak mengimplementasikan kebijakan formal lindung nilai untuk mata uang asing. Oleh karena itu, KLBF merencanakan membeli valuta asing yang cukup untuk keperluan pembelian produk impor. Selain itu, KLBF akan memantau laju valuta asing secara intensif dan merencanakan waktu pembelian yang tepat.

Selain KLBF, emiten lain juga punya cara sendiri untuk mengurangi dampak pelemahan rupiah. Misalnya PT Indosat Tbk (ISAT), yang masih memiliki utang dalam bentuk dollar AS. Mengacu laporan keuangan semester I-2017, ISAT meneken kontrak swap tingkat suku bunga dan kontrak forward valuta asing jika dianggap perlu. Hal ini untuk mengelola risiko perubahan nilai tukar valuta asing dan suku bunga yang berasal dari pinjaman dan utang obligasi dalam mata uang asing.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, pelemahan rupiah yang mungkin terjadi pada 2018 tidak terlalu mengkhawatirkan. Sebab, koreksi itu tidak terjadi secara drastis. "Pelemahannya tidak banyak berubah dari saat ini, tidak akan signifikan mempengaruhi emiten," kata dia.

Lagipula, kini banyak negara yang justru melakukan currency war dengan melemahkan nilai tukarnya. Sebab, hal ini bagus untuk mendorong ekspor, sehingga memompa industri domestik.

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido bilang, penguatan dollar akan merugikan emiten yang mengandalkan bahan baku impor, seperti emiten sektor otomotif dan konsumer. "Ada beberapa yang saya lihat mengimpor bahan baku seperti obat-obatan, sayuran, consumer goods dan barang-barang mekanik. Kosmetik juga berpengaruh, sehingga beban biaya menjadi lebih besar," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini