Asuransi dan dapen melirik pasar modal



JAKARTA. Desakan regulator agar perbankan menerapkan suku bunga kredit satu digit bakal memaksa investor korporasi untuk memutar otak. Pasalnya, selama ini investor lembaga keuangan semisal perusahaan asuransi dan dana pensiun (dapen) masih mengandalkan keranjang deposito perbankan untuk meraih imbal hasil investasi.

Dengan karakteristik liabilitas jangka pendek, instrumen deposito menjadi langganan perusahaan asuransi, terutama asuransi umum dalam menyimpan uang. Sifatnya yang likuid menjadi pertimbangan utama saat sewaktu-waktu klaim dari nasabah asuransi datang.

Begitu pentingnya deposito bagi perusahaan asuransi umum terlihat dari data terakhir Otoritas Jasa keuangan (OJK). Per September 2016, dari total dana investasi yang mencapai Rp 60 triliun, sebesar 41,3% masih diparkir di deposito perbankan.


Karena itulah, tren penurunan deposito perbankan bakal menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan asuransi untuk mencapai target hasil investasi di tahun 2017. "Karena itu mau tak mau harus dilakukan diversifikasi dengan sangat teliti," kata Teddy Sastra, Direktur Keuangan PT Asuransi Jasa Tania.

Agar masih bisa mengutip hasil investasi tinggi, Asuransi Jasa Tania, semisal, mulai melirik instrumen investasi lain. Asuransi Jasa Tania memilih instrumen surat utang.

Hitungan Asuransi Jasa Tania, potensi imbal hasil yang bisa didapat dari obligasi mampu lebih besar ketimbang deposito. Keunggulan lain, investasi di keranjang obligasi masuk kategori lebih aman daripada risiko investasi di instrumen pasar modal lain.

Dengan harapan bisa mendapatkan imbal hasil yang lebih menarik, kata Teddy, investasi di obligasi diharapkan bisa membantu menggemukkan kinerja di tahun depan.

Toh, lantaran likuid, investasi di deposito bukan berarti akan ditinggalkan. Saat ini saja investasi di deposito masih mendominasi portofolio perusahaan asuransi umum, termasuk Jasa Tania.

Sementara bagi industri dana pensiun pemberi kerja (DPPK), tren penurunan bunga deposito bisa semakin mendorong agresivitas dalam berinvestasi di pasar modal. Dengan karakteristik kewajiban jangka panjang, investasi di pasar modal memang dinilai lebih pas bagi pengelolaan dana pensiun.

Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Mudjiharno Sudjono menyebut, mayoritas penempatan dana investasi DPPK diparkir di pasar modal. "Rata-rata investasi dapen di saham, reksa dana & ETF serta surat utang bisa lebih dari 60%," ujarnya.

Dus, komposisi investasi DPPK di deposito terus menurun. Sampai September tahun ini, porsi investasi di keranjang tersebut turun menjadi 15,5% dari porsi sebesar 21,2% di September 2015.

Penurunan porsi ini didorong untuk mengejar return tinggi dengan memanfaatkan tren kenaikan di pasar modal. Penurunan deposito juga bagian dari konsekuensi untuk memenuhi peraturan OJK soal batasan minimal investasi di obligasi pemerintah (SUN). Walhasil dana yang sebelumnya mengendap di deposito perlahan dialihkan untuk membeli SUN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini