YOGYAKARTA. Asuransi deposit Islam (syariah) merupakan isu yang jarang diperbincangkan di dunia perbankan. Padahal, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, isu ini sangat penting mengingat kontribusinya dalam stabilitas keuangan. "Jika dibandingkan dengan konvensional, deposito asuransi Islam sangat mandiri," jelasnya saat ditemui di acara seminar 4th IADI IDIG on Islamic Deposit Insurance di Yogyakarta, hari ini (26/11). Dia menambahkan, hal ini didukung oleh riset yang dilakukan BI di mana perbankan Islam sangat memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas finansial dibanding konvensional. Hal itu, menurut Halim, dapat dilihat dari krisis ASEAN 1997-1998 di mana krisis juga berdampak pada perbankan syariah. "Namun blanket guarantee scheme mulai mencerahkan perbankan saat itu. Hal ini juga yang terus menjamin pasar perbankan Islam," lanjutnya. Bank syariah berkembang pesat Halim menguraikan, progres perbankan Islam di Indonesia terbilang sangat cepat. BI mencatat, selama lima tahun terakhir, rata-rata total aset perbankan Islam tumbuh 40% per tahun dengan nilai mencapai Rp 160 triliun atau US$ 170 miliar per September 2012. Sementara, pasar perbankan syariah mencapai 0,24% dari total perbankan di Indonesia. "Memang, angka ini jauh lebih rendah ketimbang Malaysia yang sudah mencapai pertumbuhan sebesar 20% per tahun," urainya. Meski demikian, Halim optimistis, perbankan syariah di Indonesia akan terus tumbuh. Hal itu, katanya, dapat dilihat dari rasio pendanaan dan produktivitas yang semakin baik. Halim menuturkan, saat ini market share terbesar perbankan syariah masih dipegang oleh murabahah. Baru kemudian disusul musyarakah sebesar 19,8% dan mudarabah sebesar 10%. Dia menilai, dari angka-angka tersebut, mudarabah dan musyarakah merupakan skema-skema yang harus dibangun lebih lanjut karena memberikan peluang yang sangat besar. "Kami menargetkan pertumbuhannya dalam satu dekade mendatang mencapai 15-20%," paparnya. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, tentunya harus diiringi dengan perlindungan bagi nasabah yang memadai. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat juga akan terus tumbuh. "Perlindungan ini yang masih kurang di Indonesia," jelasnya.
Asuransi deposit syariah penting bagi industri
YOGYAKARTA. Asuransi deposit Islam (syariah) merupakan isu yang jarang diperbincangkan di dunia perbankan. Padahal, menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, isu ini sangat penting mengingat kontribusinya dalam stabilitas keuangan. "Jika dibandingkan dengan konvensional, deposito asuransi Islam sangat mandiri," jelasnya saat ditemui di acara seminar 4th IADI IDIG on Islamic Deposit Insurance di Yogyakarta, hari ini (26/11). Dia menambahkan, hal ini didukung oleh riset yang dilakukan BI di mana perbankan Islam sangat memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas finansial dibanding konvensional. Hal itu, menurut Halim, dapat dilihat dari krisis ASEAN 1997-1998 di mana krisis juga berdampak pada perbankan syariah. "Namun blanket guarantee scheme mulai mencerahkan perbankan saat itu. Hal ini juga yang terus menjamin pasar perbankan Islam," lanjutnya. Bank syariah berkembang pesat Halim menguraikan, progres perbankan Islam di Indonesia terbilang sangat cepat. BI mencatat, selama lima tahun terakhir, rata-rata total aset perbankan Islam tumbuh 40% per tahun dengan nilai mencapai Rp 160 triliun atau US$ 170 miliar per September 2012. Sementara, pasar perbankan syariah mencapai 0,24% dari total perbankan di Indonesia. "Memang, angka ini jauh lebih rendah ketimbang Malaysia yang sudah mencapai pertumbuhan sebesar 20% per tahun," urainya. Meski demikian, Halim optimistis, perbankan syariah di Indonesia akan terus tumbuh. Hal itu, katanya, dapat dilihat dari rasio pendanaan dan produktivitas yang semakin baik. Halim menuturkan, saat ini market share terbesar perbankan syariah masih dipegang oleh murabahah. Baru kemudian disusul musyarakah sebesar 19,8% dan mudarabah sebesar 10%. Dia menilai, dari angka-angka tersebut, mudarabah dan musyarakah merupakan skema-skema yang harus dibangun lebih lanjut karena memberikan peluang yang sangat besar. "Kami menargetkan pertumbuhannya dalam satu dekade mendatang mencapai 15-20%," paparnya. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, tentunya harus diiringi dengan perlindungan bagi nasabah yang memadai. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat juga akan terus tumbuh. "Perlindungan ini yang masih kurang di Indonesia," jelasnya.