KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Asuransi Digital Bersama Tbk (
YOII) menyatakan masih mencermati arah kebijakan dan wacana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait rencana penerapan program asuransi wajib bencana. Perusahaan menilai pendekatan perlindungan risiko bencana perlu dilihat lebih luas, tidak hanya dari sisi aset, tetapi juga dampaknya terhadap keberlangsungan aktivitas masyarakat.
Oleh karena itu, Corporate Secretary YOII, Rahmat Dwiyanto mengatakan pengembangan perlindungan risiko ke depan dinilai perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang terdampak langsung pada mobilitas dan kegiatan sehari-hari.
Baca Juga: Pendapatan Premi Asuransi Digital Bersama (YOII) Tumbuh 119% per Oktober 2025 "Sejalan dengan hal tersebut, dalam jangka waktu dekat fokus pengembangan produk Perusahaan berada pada asuransi gaya hidup, yaitu produk perlindungan dengan cakupan risiko sederhana, nilai pertanggungan terbatas, dan periode perlindungan jangka pendek," kata Rahmat kepada Kontan, Senin (15/12/2025). Produk tersebut memiliki cakupan risiko sederhana, nilai pertanggungan terbatas, serta periode perlindungan jangka pendek, yang ditujukan untuk memberikan perlindungan atas gangguan aktivitas harian, termasuk yang dipicu oleh kondisi bencana. Menurutnya, produk perlindungan yang berfokus pada keberlangsungan aktivitas masyarakat memiliki relevansi dalam konteks risiko bencana. Beberapa di antaranya adalah Asuransi Perjalanan Komprehensif dan produk Cancellation for Any Reason (CFAR), yang dapat memberikan manfaat penggantian ketika perjalanan tidak dapat dilaksanakan akibat kondisi darurat atau bencana. Selain itu, YOII juga melihat peluang perlindungan melalui produk asuransi mikro, termasuk asuransi kendaraan bermotor yang dikembangkan melalui kerja sama dengan platform hunian sewa, untuk melindungi risiko kerusakan akibat bencana. Adapun dari sisi tantangan, Rahmat menilai pengembangan asuransi bencana dihadapkan pada karakteristik risiko yang memiliki frekuensi rendah namun berpotensi menimbulkan kerugian besar. "Oleh karena itu, dukungan reasuransi menjadi sangat penting, khususnya dalam pengembangan produk asuransi mikro dan digital yang tetap mampu mengelola risiko katastrofik secara prudent dan berkelanjutan," lanjutnya.
Sebelumnya, OJK menilai Indonesia membutuhkan program asuransi wajib bencana lantaran memiliki eksposur risiko bencana yang sangat tinggi. Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan hal itu mengingat eksposur risiko bencana di Indonesia sangat tinggi. Sebagai pengingat, sepanjang tahun ini saja terdapat beberapa bencana alam yang terjadi, seperti bencana banjir besar di Bali dan Sumatra. "Indonesia tentunya membutuhkan skema asuransi wajib bencana, karena eksposur risiko bencana di Indonesia sangat tinggi dengan kondisi geografis yang berada di ring of fire," ucapnya saat konferensi pers RDK OJK, Kamis (11/12/2025).
Lebih lanjut, Ogi menjelaskan definisi bencana alam atau
natural catastrophe sangat luas. Untuk Indonesia sendiri, secara perlindungan risiko terdapat kelompok yang mencakup gempa bumi, erupsi gunung berapi, dan tsunami. Selain itu, ada kelompok
typhoon,
storm,
flood,
water damage, bisa juga
wildfire, atau bencana alam lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News