JAKARTA. Rencana pemerintah memanfaatkan asuransi gempa bumi dalam menghadapi bencana alam semakin bulat. Sayang, keinginan itu belum juga terealisasi. Lihat saja, sampai saat ini skema asuransi itu masih mangkrak di DPR. Padahal, pemerintah menargetkan, asuransi gempa bumi bisa terlaksana mulai tahun 2011.Pelaksanaa Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang PS. Brodjonegoro mengaku, sudah menyiapkan skema asuransi gempa. Rencananya, pemerintah akan bekerjasama PT Asuransi Maipark. Perusahaan ini terpilih karena ini sudah berpengalaman menangani asuransi gempa. Selain itu Maipark juga merupakan konsorsium dari asuransi umum, sehingga bisa mewakili industri.Mekanismenya, pemerintah membayar premi dengan jumlah besaran tertentu sesuai pertanggungan. "Tapi ini akan menimbulkan debat di parlemen karena kita membayar premi untuk sesuatu yang belum tentu ada," kata Bambang, Kamis (24/3).Apalagi premi itu bakal hilang bila ternyata tidak ada bencana. Namun ia mengingatkan, asuransi itu juga bakal sangat membantu bila terjadi bencana.Hal ini karena anggaran dana bencana tahun ini terbatas. Pemerintah hanya menyiapkan anggaran tanggap darurat sekitar Rp 4 triliun. Padahal, belajar dari pengalaman tahun 2010, anggaran itu acapkali kurang sehingga pemerintah harus mengajukan penambahan dana lagi Rp 150 miliar."Dengan asuransi kita cukup membayar Rp 1 triliun, tapi pertanggungan yang kita dapatkan bisa mencapai puluhan triliun sehingga tidak mungkin terjadi kekurangan dana lagi," kata Bambang. Terlebih lagi, sudah banyak negara yang menjalankan sistem itu, yakni di Jepang dan Meksiko. "Hasilnya sukses," ujar Bambang.Sebelumnya, Direktur Utama Asuransi Maipark Frans Sahusilawane bilang sudah siap menjalankan rencana itu. Bahkan pihaknya sudah menghitung besaran premi yang wajib dibayar pemerintah hanya 0,85%-4,5% dari total nilai kerugian. "Itu sudah dihitung dari pengalaman di negara lain dan potensi bencana di Indonesia yang rawan," kata Frans.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Asuransi gempa bumi masih tertahan di parlemen
JAKARTA. Rencana pemerintah memanfaatkan asuransi gempa bumi dalam menghadapi bencana alam semakin bulat. Sayang, keinginan itu belum juga terealisasi. Lihat saja, sampai saat ini skema asuransi itu masih mangkrak di DPR. Padahal, pemerintah menargetkan, asuransi gempa bumi bisa terlaksana mulai tahun 2011.Pelaksanaa Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang PS. Brodjonegoro mengaku, sudah menyiapkan skema asuransi gempa. Rencananya, pemerintah akan bekerjasama PT Asuransi Maipark. Perusahaan ini terpilih karena ini sudah berpengalaman menangani asuransi gempa. Selain itu Maipark juga merupakan konsorsium dari asuransi umum, sehingga bisa mewakili industri.Mekanismenya, pemerintah membayar premi dengan jumlah besaran tertentu sesuai pertanggungan. "Tapi ini akan menimbulkan debat di parlemen karena kita membayar premi untuk sesuatu yang belum tentu ada," kata Bambang, Kamis (24/3).Apalagi premi itu bakal hilang bila ternyata tidak ada bencana. Namun ia mengingatkan, asuransi itu juga bakal sangat membantu bila terjadi bencana.Hal ini karena anggaran dana bencana tahun ini terbatas. Pemerintah hanya menyiapkan anggaran tanggap darurat sekitar Rp 4 triliun. Padahal, belajar dari pengalaman tahun 2010, anggaran itu acapkali kurang sehingga pemerintah harus mengajukan penambahan dana lagi Rp 150 miliar."Dengan asuransi kita cukup membayar Rp 1 triliun, tapi pertanggungan yang kita dapatkan bisa mencapai puluhan triliun sehingga tidak mungkin terjadi kekurangan dana lagi," kata Bambang. Terlebih lagi, sudah banyak negara yang menjalankan sistem itu, yakni di Jepang dan Meksiko. "Hasilnya sukses," ujar Bambang.Sebelumnya, Direktur Utama Asuransi Maipark Frans Sahusilawane bilang sudah siap menjalankan rencana itu. Bahkan pihaknya sudah menghitung besaran premi yang wajib dibayar pemerintah hanya 0,85%-4,5% dari total nilai kerugian. "Itu sudah dihitung dari pengalaman di negara lain dan potensi bencana di Indonesia yang rawan," kata Frans.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News