JAKARTA. Ribut-ribut pengaturan kembali kepemilikan saham oleh investor asing di perbankan, tampaknya menular ke industri perasuransian. Pelaku asuransi lokal juga mengusulkan kebijakan serupa, yaitu pemilikan saham oleh investor asing harus dibatasi. Sebab, dari tahun ke tahun investor asing semakin merajai asuransi domestik. Usulan pembatasan ini muncul saat Dewan Asuransi Indonesia (DAI) bertemu dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi lembaga keuangan, Selasa lalu (29/5). DAI khawatir investor lokal semakin tertindas oleh asing bila tidak ada pembatasan. "Asuransi lokal hanya menjadi penonton di rumah sendiri," kata Cornelius Simanjutak, Ketua DAI. Hingga akhir tahun 2011, total aset industri asuransi mencapai sekitar Rp 280 triliun atau tumbuh 27% dari 2010. Dari jumlah itu, asuransi jiwa berkontribusi sekitar Rp 225 triliun, dimana hampir 80% berasal dari perusahaan asuransi jiwa yang didominasi pemilikan investor asing.
Selain itu, Kementerian Keuangan menerapkan ketentuan modal minimal perasuransian secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang. Akhir tahun ini, modal minimal asuransi Rp 70 miliar dan tahun 2014 Rp 100 miliar. "Ini semakin membuka investor asing untuk mengakuisisi perusahaan lokal," kata Cornelius. Apalagi, perusahaan bakal ditutup bila tidak memenuhi ketentuan modal minimal. Walhasil, posisi investor lokal dengan kemampuan permodalan pas-pasan semakin terjepit. Cornelius sebenarnya mendukung ketentuan modal minimal perusahaan asuransi. Hanya, perlu kebijakan tambahan agar investor asing tidak semakin berkuasa. Di sisi lain, aturan yang ada selama ini terbilang menguntungkan investor asing. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 tentang Perasuransian, investor asing bisa memiliki saham perusahaan asuransi maksimal 80% saat pendirian usaha. Namun pada kenyataannya, pemilikan asing itu semakin membesar setelah usaha berjalan. Dukungan lokal