Asuransi menggenjot penjualan credit shield



JAKARTA. Pertumbuhan pengguna kartu kredit memicu perusahaan asuransi kian getol menggenjot penjualan produk asuransi atas tagihan kartu kredit atawa credit shield miliknya. Maklum, jumlah pengikut credit shield di Indonesia baru mencapai 40% dari total pengguna kartu kredit. Artinya, pasar credit shield masih terbuka lebar.

Sekretaris Perusahaan Megalife, M Arief, bilang, penjualan credit shield tumbuh 10%-20% setiap tahun. "Pertumbuhan ini seiring pertumbuhan kartu kredit di Indonesia," uja dia, Selasa (21/9).

Data sistem pembayaran publikasi Bank Indonesia, menyebutkan, per Juli 2010 terdapat 12,83 juta kartu kredit beredar di Indonesia. Jumlah ini naik 8% jika dibandingkan Juli 2009 yang tercatat 11,88 juta kartu kredit.


Adapun nominal transaksi belanja kartu kredit sebesar Rp 13,53 triliun. Angka ini tumbuh 14,08% dari periode yang sama di 2009. Dengan volume transaksi tercatat Rp 16,68 triliun. Sementara Non Performing Loan atawa kredit bermasalah (NPL) kartu kredit sebesar 7%-8%.

Setiap pengguna kartu kredit, menurut Arief, sejatinya membutuhkan credit shield untuk melindunginya dari potensi gagal bayar. Saat ini, Megalife menggarap Credit shield bagi nasabah kartu kredit Bank Mega yang berjumlah 700.000 nasabah dan juga bagi empat bank lainnya. Sayang, Arief tidak menyebutkan seberapa besar premi yang berhasil mereka kumpulkan maupun pembayaran klaim credit shield miliknya. "Yang pasti klaimnya lebih kecil dari premi," tukas dia.

Direktur Utama Axa Mandiri, Albertus, menilai, credit shield merupakan produk yang cukup menguntungkan bagi perusahaan asuransi. Sebab, pertumbuhannya mencapai 20% setiap tahun. "Di Axa rata-rata premi yang terkumpul setiap tahun mencapai Rp 70 miliar," ungkap dia.

Informasi saja, produk credit shield Axa Mandiri bernama Mandiri Protection yang hanya ditawarkan kepada pengguna kartu kredit Bank Mandiri yang berjumlah 1,5 juta nasabah. Dari jumlah ini, pengguna credit shield tercatat 400.000 nasabah.

Potensi Kerugian Tinggi

Penjualan produk credit shield bukan tanpa resiko. Direktur Teknik Asuransi Bumiputera Muda 1967, Joko Hananto, mengatakan, penjualan credit shield berpotensi merugi cukup tinggi. "Diperkirakan loss-nya bisa 50% dari total premi terkumpul," jelas dia. Itu sebabnya, saat ini Bumida belum memiliki produk credit shield.

Tingginya resiko, menurut Joko, karena saat ini masyarakat begitu mudah memperoleh kartu kredit. Belum lagi maraknya penggunaan indentitas palsu yang membuat bank dan perusahaan asuransi kerap menanggung kerugian.

Meski memiliki NPL yang tinggi, Albertus menegaskan, hal itu bukan momok yang menakutkan. Sebab credit shield hanya membayar klaim sisa pengguna kartu kredit yang sudah meninggal dan cacat tetap. "Rata-rata pengguna kartu kredit berusia 25-45 tahun masih produktif. Bank memang banyak melakukan write off kartu kredit namun tak semua ditanggung asuransi. Klaim saat ini masih dalam batas-batas asumsi," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test