Asuransi pertanian Jasindo tahun lalu masih rugi



JAKARTA. Tekad pemerintah menggelar program asuransi pertanian tahun depan, sudah bulat. Meskipun, perusahaan asuransi yang sudah lebih dulu menguji coba produk ini belum mencicip untung. 

PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), perusahaan asuransi milik negara ini telah lebih dulu mencoba produk asuransi pertanian. Sayangnya, Jasindo masih menderita rugi di produk ini.

Direktur Operasi Ritel Jasindo, Sahata L. Tobing mengatakan produk asuransi pertanian Jasindo pada tahun lalu memang merugi. Dengan pendapatan premi Rp 300 juta, Jasindo harus membayarkan klaim kepada petani sekitar Rp 1 miliar sepanjang tahun lalu.


Namun hal ini tidak lantas mematikan produk asuransi pertanian tersebut. Jasindo tetap berupaya memperbaiki sistem pengelolaan asuransi pertanian sehingga tidak kembali merugi. Selain tu, Jasindo juga kembali menambah lahan yang diasuransikan pada tahun ini. "Rasanya, sudah mulai membaik dibandingkan tahun lalu karena semua sudah dirumuskan kembali, seperti memilih lahan yang diasuransikan harus lahan pertanian yang lebih bagus. Selain itu, ada juga program bimbingan kepada petani sehingga pengelolaan pertaniannya menjadi lebih baik," ujar Sahata.Sahata mengaku, pada April lalu, klaim kerugian yang dibayarkan hampir seimbang dengan pendapatan premi. "Kuartal I klaimnya tidak terlalu besar, yang pasti lebih kecil dari Rp 1 miliar," kata Sahata.

Untuk catatan, tarif roduk asuransi pertanian Jasindo sendiri sebesar 3% dari harga biaya menanam kembali yang dikeluarkan petani. Sedangkan risiko yang ditanggung dari produk ini adalah bila terjadi bencana, serangan hama, dan gagal panen terhadap lahan pertanian yang diasuransikan.

Rencana pemerintah untuk melakukan program asuransi pertanian bagi seluruh petani Indonesia akan mulai dijalankan pada tahun depan. Program ini dilaksanakan untuk menjalankan amanat UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Perusahaan jasa keuangan BUMN, termasuk asuransi, diwajikan untuk memiliki unit khusus untuk sektor pertanian per Januari 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia