Asuransi pertanian terancam batal



JAKARTA. Asuransi pertanian yang seyogyanya dilaksanakan November diperkirakan kembali molor. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengembalikan draft anggaran asuransi pertanian kepada Kementerian Pertanian (Kemtan) dengan alasan tekhnis pencairan tidak sesuai dengan aturan pemerintah saat ini.

Berdasarkan Undang Undang (UU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang direncanakan berlaku November 2015 mendatang, dua poin dari implementasi yang dilakukan tahun ini adalah dimulainya asuransi pertanian dan Badan Ketahanan Pangan (BKP). Namun, khusus untuk asuransi pertanian dipastikan pelaksanaannya mundur. Sebab, Kemtan kembali menyusun aturan untuk proses pencairan anggaran asuransi pertanian.

Alasan Kemenkeu mengembalikan draft anggaran asuransi pertanian terkendala aturan pemerintah. Pemerintah baru akan mencairkan anggaran jika pelaksanaan mulai dilakukan. Hal ini berbeda dengan bisnis asuransi yang menghendaki pembayaran premi di depan.


Sumardjo Gatot Irianto, Direktorat Jendral (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian Kemtan mengatakan, pihaknya masih berkordinasi dengan Kemenkeu dan Kementerian Perekonomian untuk teknik pencairan asuransinya. Kapan draft tersebut akan selesai dan asuransi mulai berjalan, Gatot belum dapat memastikannya.

"Kami perlu komunikasi lagi dengan perusahaan asuransi untuk persoalan ini," tandas Gatot pada Senin (15/6).

Sebagaimana diketahui, pilot project asuransi pertanian seluas 1 juta hektar (ha). Kemtan telah menganggarkan Rp 150 miliar dari APBN-P 2015 untuk pilot project asuransi pertanian. Komoditas yang mendapat perlindungan asuransi baru komoditas padi. Implementasi asuransi pertanian di tiga provinsi yakni: Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Sebelumnya, uji coba asuransi pertanian telah dilakukan pada 3.000 hektar di Kujang. Kelanjutannya Kemtan masih mencari daerah yang sensistif rawan banjir dan kekeringan.

Premi asuransi pertanian dibayarkan sebesar Rp 180.000 per tahun dibebankan 80% kepada pemerintah. Sisanya dibayarkan petani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie