Asuransi Ramayana menang lawan Chevron



JAKARTA. PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ditetap melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/5). Dengan begitu, CPI harus mengembalikan uang jaminan sebesar US$ 2,11 juta.

Walaupun telah terbukti melakukan PMH, CPI masih pikir-pikir untuk melakukan tindakan hukum lanjutan. Lewat kuasa hukumnya, D. Firdaus mengatakan belum dapat memutuskan upaya hukum selanjutnya yang akan ditempuh. Namun, putusan majelis tersebut dinilai sangat tidak tepat. "Kalau untuk upaya hukum selanjutnya kami masih akan pikir-pikir," kata dia.

Firdaus juga menilai, Majelis tak mempertimbangkan saksi ahli yang diajukannya dalam persidangan. Padahal menurutnya, saksi ahli tersebut menerangkan bahwa adanya perubahan nilai kontrak dalam sebuah proyek merupakan hal yang wajar.


Pasalnya, perubahan tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan lapangan dan tidak bisa membatalkan jaminan pelaksanaan (performance bond). Performance bond bisa saja batal jika objek perjanjian yang mengalami perubahan.

Ia pun menilai pembatalan performance bond tersebut tidak adil karena kepentingan tergugat terkait kontrak proyek sama sekali tidak dilindungi oleh majelis. Seharusnya majelis memutuskan untuk mengembalikan kelebihan klaim, bukan pembatalan seluruhnya.

Sehingga, pihaknya mempertanyakan pertimbangan majelis yang mengatakan bahwa PT Saripari Pertiwi Abadi (turut tergugat I) diwajibkan untuk memberitahukan perubahan nilai kontrak kepada Asuransi Ramayana. Faktanya, Saripari secara jelas telah melakukan pelanggaran, tetapi tidak diberikan sanksi.

Saat itu ketua majelis hakim Mas'ud mengatakan CPI terbukti melakukan PMH karena performance bond tidak pernah dimintakan perubahan dan tetap dicairkan. Menurutnya, baik tergugat maupun turut tergugat I wajib mengubah nilai jaminan pelaksanaan.

"Menyatakan PT Chevron Pacific Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata Mas'ud dalam amar putusan yang dibacakan.

Dia juga menyatakan performance bond gugur atau batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Antara Asuransi Ramayana dan tergugat juga sudah tidak ada hak dan kewajiban terkait performance bond.

Dengan demikian, CPI dihukum untuk mengembalikan seluruh dana pencairan performance bond tersebut sebesar US$ 2,11 juta secara tunai dan sekaligus kepada Asuransi Ramayana. Menghukum turut tergugat I dan II untuk tunduk dan patuh pada putusan.

Majelis menjelaskan Asuransi Ramayana telah melakukan amandemen nilai kontrak tanpa memberitahu Asuransi Ramayana selaku penjamin. Selain itu, tetap menggunakan performance bond lama untuk melakukan klaim.

Tindakan tergugat yang melalukan tanpa pemberitahuan dinilai Majelis telah menimbulkan kerugian bagi Asuransi Ramayana. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Usai persidangan, PT Asuransi Ramayana selaku Asuransi Ramayana mengapresiasi putusan hakim. "Kami menanggapi memang putusan itu sesuai dengan kepastian hukum," kata kuasa hukum Asuransi Ramayana, Rudi Setiawan.

Berdasarkan berkas gugatan, perkara bermula saat Asuransi Ramayana dan Saripari menandatangani Kontrak Pengeboran Minyak No. 4373-OK dengan nilai sebesar US$ 42,2 juta untuk jangka waktu pelaksanaan maksimum 4 tahun.

Berdasarkan Pasal 12 poin 1 dalam kontrak tersebut turut tergugat I dalam melaksanakan pekerjaan harus menyerahkan jaminan sebesar 5% atau lebih besar dengan maksimal 10% dari nilai kontrak.

Asuransi Ramayana diminta oleh Saripari untuk menerbitkan performance bond bagi kepentingan tergugat sebesar 5% dari seluruh nilai kontrak atau senilai US$2,11 juta. Asuransi Ramayana bersedia menyepakati jaminan tersebut pada 25 Januari 2008.

Kontrak pokok tersebut diubah oleh tergugat dengan menurunkan nilai kontrak menjadi US$ 37,09 juta pada 24 Mei 2008. Amandemen tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan Asuransi Ramayana sampai dengan diajukannya performance bond pada 14 September 2012.

Klaim performance bond tersebut tetap diajukan tanpa pernah dilakukan perubahan sesuai penurunan nilai kontrak, sehingga nilai jaminan semula tetap dibiarkan. Tergugat dinilai telah melanggar Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang larangan penipuan, kebohongan, dan bersifat melawan hukum.

Tergugat tidak memperdulikan fakta-fakta hukum, tetapi terus mendesak dan menekan Asuransi Ramayana untuk segera mencairkan performance bond sebesar US$2,11 juta dan mengirimkan surat peringatan. Dalam surat pada 4 Oktober 2012, CPI mengancam akan mengucilkan kepentingan bisnis Asuransi Ramayana terkait prospek jaminan di sektor migas.

Desakan tersebut dilakukan tidak hanya melalui surat, tergugat meminta bantuan pada pejabat otoritas SKK Migas (dulu BP Migas) untuk menekan Asuransi Ramayana memenuhi permintaan klaim tersebut. Asuransi Ramayana bahkan dipanggil SKK Migas untuk mendesak pencairan dan kemungkinan menjatuhkan sanksi bisnis.

Asuransi Ramayana akhirnya mencairkan klaim tersebut pada 30 Oktober 2012 dan telah diterima langsung di rekening tergugat. Pencairan tersebut tidak menghilangkan hak Asuransi Ramayana mempersoalkan kembali validitas performance bond dari sisi hukum karena tergugat telah mengambil keuntungan secara tidak layak.

Setelah itu, Asuransi Ramayana tetap meminta pengertian tergugat untuk mengembalikan dana pencairan performance bond yang telah diterimanya dengan membuka ruang penyelesaian di luar pengadilan. Namun, tergugat tidak merespons permintaan tersebut, sehingga Asuransi Ramayana mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Adapun kerugian material yang diderita Asuransi Ramayana sebesar US$2,11 juta dan kerugian immaterial sebanyak Rp5 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto