KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai tantangan masih menghantui industri perasuransian pada tahun ini, tak terkecuali asuransi umum. Meskipun demikian, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) optimistis premi industri asuransi umum masih bisa bertumbuh dobel digit pada 2025. "Masih dobel digit," ujar Ketua Umum AAUI Budi Herawan saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (7/1). Meski ada berbagai tantangan, Budi menyampaikan asuransi umum akan mencoba berbagai terobosan untuk bisa terus bertumbuh pada 2025.
Baca Juga: AAJI: Aturan Modal Minimum 2026 akan Dorong Akuisisi dan Merger di Industri Asuransi Salah satunya memaksimalkan peluang lewat asuransi parametrik untuk agrikultur, serta produk asuransi mikro dengan berkolaborasi bersama pemerintah terkait. Senada dengan AAUI, PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI) optimistis industri asuransi umum bisa tumbuh dobel digit pada 2025. "Kami optimis industri akan tumbuh dobel digit," ucap Wakil Presiden Direktur ACPI Nico Prawiro kepada Kontan, Rabu (8/1). Meskipun demikian, Nico menyampaikan akan ada sejumlah tantangan yang dihadapi asuransi umum pada 2025. Salah satu tantangannya, yaitu meningkatkan rasa optimisme konsumen terhadap perekonomian Indonesia sehingga bisa mendongkrak daya beli. Selain itu, Nico menilai bahwa asuransi kendaraan bermotor dan asuransi kebakaran akan memberikan kontribusi pertumbuhan untuk industri asuransi pada 2025. Sejalan dengan optimisme itu, ACPI memasang target pertumbuhan premi sebesar 15% pada 2025.
Baca Juga: AAJI Proyeksikan Inflasi Medis Masih Jadi Tantangan Industri Asuransi Jiwa pada 2025 Untuk mencapai target itu, Nico menyampaikan ACPI akan lebih fokus memaksimalkan lini bisnis asuransi kebakaran dan asuransi kendaraan bermotor melalui saluran distribusi dari pihak leasing, perbankan, broker, dan agen. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, ACPI mencatat perolehan premi sebesar Rp 1,16 triliun per November 2024. Sementara itu, PT Great Eastern General Insurance Indonesia (GEGI) optimistis pendapatan premi bisa mencapai dobel digit pada 2025. Marketing Director Great Eastern General Insurance Indonesia Linggawati Tok menyebut pihaknya mematok target perolehan premi sebesar Rp 953 miliar atau tumbuh 10% secara
Year on Year (YoY).
Baca Juga: AAJI Optimistis Laba Industri Asuransi Jiwa Tetap Tumbuh pada 2025, Ini Pendorongnya Untuk mencapai target tersebut, Linggawati menyampaikan Great Eastern General Indonesia akan mengembangkan jaringan distribusi di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Adapun lini bisnis yang akan menjadi fokus perusahaan pada 2025, seperti asuransi sektor properti, konstruksi, dan pengangkutan barang. "Ditambah meningkatkan pendapatan premi dari penjualan channel retail, Small Medium Enterprise (SME), affinity dan digital," ungkap kepada Kontan, Rabu (8/1). Lebih lanjut, Linggawati mengatakan perusahaan berhasil meraih pendapatan premi Rp 866 miliar pada 2024. Nilai itu tumbuh sekitar 18,5%, jika dibandingkan pendapatan premi pada tahun sebelumnya. Dia menjelaskan perolehan premi terbesar berasal dari lini bisnis asuransi properti dengan porsi 54%, disusul asuransi marine cargo dan asuransi rekayasa masing-masing sebesar 14% dan 12%. Di sisi lain, Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Wahyudin Rahman turut berpendapat terkait proyeksi AAUI tersebut. Wahyudin mengatakan pertumbuhan dobel digit memang memungkinkan, jika melihat adanya sektor-sektor yang dapat bertumbuh pada 2025. "Misalnya, ketersediaan asuransi pertanian untuk ketahanan pangan, asuransi bencana, dan asuransi wajib Third Party Liability (TPL) kendaraan," ujarnya kepada Kontan, Rabu (8/1).
Baca Juga: AAJI Optimistis Industri Asuransi Jiwa Masih Bisa Terus Bertumbuh Meskipun demikian, Wahyudin bilang asuransi umum juga harus menerapkan berbagai strategi agresif untuk inovasi produk, diversifikasi pasar, dan inklusi asuransi. Wahyudin tak memungkiri setidaknya ada empat tantangan yang akan menghantui perasuransian pada 2025. Pertama, dia bilang adanya ketidakpastian ekonomi, seperti inflasi dan nilai tukar Rupiah, berpotensi memengaruhi daya beli. Kedua, regulasi baru semisal Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117, pemisahan unit syariah, hingga permodalan, juga menjadi tantangan. Ketiga, adanya daya saing dan kenaikan klaim asuransi kesehatan.
Baca Juga: Menilik Strategi TUGU Antisipasi Dampak Fluktuasi Nilai Tukar "Keempat, inklusi dan penetrasi yang masih rendah, serta ketersediaan kapasitas reasuransi yang dinilai masih sulit didapatkan di dalam negeri," kata Wahyudin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli