Atasi dampak sanksi AS, Huawei akan segera luncurkan sistem operasi baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Huawei Technologies China mengatakan, akan meluncurkan sistem operasi baru bernama Harmony untuk smartphone terbarunya pada 2 Juni mendatang. Langkah besar ini dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi sanksi dari pemerintah Amerika Serikat (AS) yang melarang penggunaan teknologi buatan AS.

Dengan adanya  sistem operasi yang dibuat sendiri ini berarti Huawei tidak akan lagi bergantung pada Android.

Seperti diketahui, pemerintahan mantan presiden Donald Trump sebelumnya berpendapat bahwa raksasa telekomunikasi China itu merupakan ancaman bagi keamanan nasional AS sehingga memberikan sanksi pada Huawei di 2019.


Salah satu sanksi AS adalah melarang Google untuk memberikan dukungan teknis untuk model ponsel Huawei baru, termasuk akses ke layanan seluler Google yang menjadi dasar sebagian besar aplikasi Android.

Perusahaan telekomunikasi tersebut belum mengumumkan secara jelas apakah akan meluncurkan smartphone baru pada saat yang sama atau apakah akan ada pembaharuan untuk ponsel yang ada sekarang.

Baca Juga: Ini daftar ponsel paling laris di dunia awal 2021, siapa teratas?

Hadirnya sistem operasi Harmony ini baru akan mengurangi sebagian dampak dari sanksi yang diterima sejak tahun 2019 ini. Masih ada larangan lain yang diterima Huawei seperti mengakses teknologi penting asal AS sehingga menghalangi perusahaan untuk merancang chip yang komponen sumbernya sendiri dari vendor luar.

Setelah menjadi pembuat smartphone terbesar di dunia, Huawei kini menempati peringkat ke-6 secara global dengan pangsa pasar 4% pada kuartal I-2021..

CEO Huawei Ren Zhengfei dalam memo internalnya meminta stafnya untuk "berani memimpin dunia" dalam perangkat lunak agar bisa mendukung upaya untuk pindah ke area bisnis yang tidak dapat terpengaruh oleh sanksi AS.

“Perusahaan perlu mengambil pendekatan yang lebih "open source" untuk pengembangan dan harus mencoba menarik lebih banyak ahli perangkat lunak dari luar negeri sebagai bagian dari poros,” ujar Zhengfei seperti dikutip dari Reuters, Rabu (26/5).

Selanjutnya: Negara-negara Muslim mendesak PBB selidiki kemungkinan kejahatan perang di Gaza

Editor: Anna Suci Perwitasari