JAKARTA. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan Indonesia terancam mengalami defisit listrik. Oleh karena itu, program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) harus segera terealisasikan. Agung Wicaksono, Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional Kementerian ESDM mengatakan, defisit listrik Indonesia yang terjadi saat ini menjadi masalah serius. "Sebab memang kita tak mampu pembangun pembangkit untuk memenuhi penambahan kebutuhan konsumsi listrik," kata Agung di Jakarta, Minggu (4/10). Semenjak Indonesia terhantam krisis tahun 1997, praktis Indonesia menghentikan pembangunan pembangkit listrik. Kevakuman ini berlangsung selama 10 tahun hingga tahun 2007. "Makanya kami sekarang meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berlari cepat melalui program 35.000 MW ini," ujar Agung. Sayangnya, dalam perjalanannya ada beberapa pihak yang memunculkan tuduhan terhadap program 35.000 MW. Seperti isu keterlibatan perusahaan listrik swasta (IPP) asing dalam program ini. Padahal, menurut Agung, berbagai proyek pembangkit ini meskipun ada keterlibatan investor swasta asing, pastilah pemimpin konsorsiumnya dari perusahaan nasional. "Karena kalau full pihak asing, dia sendiri juga gak bisa jalan," jelas Agung. Agung mencontohkan PLTU Batang di Jawa Tengah. Meskipun proyek tersebut menggunakan teknologi dari investor Jepang, tetap saja yang menjadi pemimpin konsorsium adalah perusahaan nasional PT Adaro. "Makanya, kita jangan terus menyuruh PLN lari, tapi di saat bersamaan kita pegang terus buntutnya," pungkas Agung.
Atasi defisit, program 35.000 MW harus terealisasi
JAKARTA. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan Indonesia terancam mengalami defisit listrik. Oleh karena itu, program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) harus segera terealisasikan. Agung Wicaksono, Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional Kementerian ESDM mengatakan, defisit listrik Indonesia yang terjadi saat ini menjadi masalah serius. "Sebab memang kita tak mampu pembangun pembangkit untuk memenuhi penambahan kebutuhan konsumsi listrik," kata Agung di Jakarta, Minggu (4/10). Semenjak Indonesia terhantam krisis tahun 1997, praktis Indonesia menghentikan pembangunan pembangkit listrik. Kevakuman ini berlangsung selama 10 tahun hingga tahun 2007. "Makanya kami sekarang meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berlari cepat melalui program 35.000 MW ini," ujar Agung. Sayangnya, dalam perjalanannya ada beberapa pihak yang memunculkan tuduhan terhadap program 35.000 MW. Seperti isu keterlibatan perusahaan listrik swasta (IPP) asing dalam program ini. Padahal, menurut Agung, berbagai proyek pembangkit ini meskipun ada keterlibatan investor swasta asing, pastilah pemimpin konsorsiumnya dari perusahaan nasional. "Karena kalau full pihak asing, dia sendiri juga gak bisa jalan," jelas Agung. Agung mencontohkan PLTU Batang di Jawa Tengah. Meskipun proyek tersebut menggunakan teknologi dari investor Jepang, tetap saja yang menjadi pemimpin konsorsium adalah perusahaan nasional PT Adaro. "Makanya, kita jangan terus menyuruh PLN lari, tapi di saat bersamaan kita pegang terus buntutnya," pungkas Agung.