KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Restrukturisasi kredit yang dilakukan terhadap debitur yang terdampak pandemi Covid-19 akan berdampak pada pengetatan likuiditas perbankan yang meningkatkan risiko likuiditas. Untuk mengatasinya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan dan BI akan membentuk bank perantara guna menyalurkan pinjaman ke perbankan untuk menjaga likuiditasnya. Sejatinya, untuk bank-bank besar yang punya banyak dana di surat berharga dan punya klaster likuiditas yang kuat, persoalan likuiditas memang tidak jadi masalah. Mereka bisa melakukan transaksi Repurchase Agreement (Repo) dengan Bank Indonesia (BI) untuk cari tambahan likuiditas. Namun, tidak semua bank kuat. Bank yang tidak punya SUN untuk melakukan mekanisme penambahan likuiditas ke BI dan BPR yang saat ini memiliki kredit sekitar Rp 20 triliun memiliki risiko besar dari sisi likuiditas.
Atasi kekeringan likuiditas, OJK bentuk bank perantara untuk channeling pinjaman
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Restrukturisasi kredit yang dilakukan terhadap debitur yang terdampak pandemi Covid-19 akan berdampak pada pengetatan likuiditas perbankan yang meningkatkan risiko likuiditas. Untuk mengatasinya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan dan BI akan membentuk bank perantara guna menyalurkan pinjaman ke perbankan untuk menjaga likuiditasnya. Sejatinya, untuk bank-bank besar yang punya banyak dana di surat berharga dan punya klaster likuiditas yang kuat, persoalan likuiditas memang tidak jadi masalah. Mereka bisa melakukan transaksi Repurchase Agreement (Repo) dengan Bank Indonesia (BI) untuk cari tambahan likuiditas. Namun, tidak semua bank kuat. Bank yang tidak punya SUN untuk melakukan mekanisme penambahan likuiditas ke BI dan BPR yang saat ini memiliki kredit sekitar Rp 20 triliun memiliki risiko besar dari sisi likuiditas.