KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian tengah mengembangkan pola tumpang sari untuk mengatasi persoalan pangan dan lahan Indonesia. Bambang Sugiharto, Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan (Ditjen TP) Kementan menyatakan pola tumpangsari sebenarnya telah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia. Perbedaannya, tumpang sari yang dikembangkan oleh Kementan ini terletak pada peningkatan populasi di setiap lajur tanaman.
“Pada tumpangsari biasa, jarak tanam umumnya mengikuti pola tanam biasa, sedangkan pada tumpang sari yang kami kembangkan dipadukan dengan sistem jajar legowo," ujar Bambang dalam keterangan resmi, Rabu (3/10). Tumpangsari tanaman dapat berkontribusi pada kesuburan tanah, produktivitas tanaman utama dan supresi terhadap gulma, penyakit, dan infestasi hama. Tumpangsari tanaman juga menawarkan peluang untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di atas dan di bawah tanah dengan menyediakan makanan dan tempat tinggal melalui mekanismenya dalam peningkatan jumlah biomassa dan keragaman di atas dan di bawah tanah. Lebih lanjut Bambang menyatakan bahwa tumpangsari tanam rapat memiliki keuntungan, yaitu populasi jagung 2 hektare dan padi 1 hektare yang dibudidayakan pada luasan 1 hektare lahan sawah. Sehingga ada keuntungan 2 hektare dari 1 hektare lahan yang kita usahakan. Sementara penggunaan benihnya meningkat yaitu jagung 1,5 kali lipat dan padi 2 kali lipat, dan penggunaan pupuknya hanya meningkat 1,5 kali untuk menghasilkan 3 hektare komoditas.