Atasi krisis listrik, Indonesia harus dirikan PLTN



JAKARTA. Dalam beberapa tahun ke depan Indonesia harus mulai berani menjadikan nuklir sebagai salah satu sumber pembangkit listrik. Meski bersifat jangka panjang untuk bisa diterapkan, namun penggunaan nuklir harus bisa mulai disosialisasikan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 saat Indonesia dipimpin oleh pemerintahan yang baru. "Kita semua ini beberapa puluh tahun terlena oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dulu harganya murah sebagai sumber energi listrik dan ketika BBM menjadi mahal, maka listrik pun menjadi masalah," ujar Direktur Energi, Telekomunikasi dan Informatika Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jadhie J. Ardajat, Selasa (24/12). Jadhie mengatakan pengalaman buruk soal BBM untuk listrik ini bisa menjadi dasar untuk membuat perencanaan energi elektrifikasi jangka panjang. Ia bilang pemikiran soal energi jangan sampai seperti pengembangan transportasi massal kerap ditunda sehingga lupa bahwa jalan sudah tak bisa menampung kendaraan pribadi yang melintas. Untuk itu, ia bilang upaya transformasi BBM ke gas dan batubara harus pula diikuti dengan pengenalan sumber energi seperti nuklir. "Untuk gas dan batubara, kami pun punya kekhawatiran bahwa akan terlena lagi jika keasyikan beralih ke gas dan batubara tanpa ada alternatif lainnya," kata Jadhie. Ia menilai ketahanan energi nasional akan sangat terancam jika gas dan batubara suatu saat mengalami kelangkaan. Padahal potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia sebagai sumber pembangkit listrik sangat besar yakni 27.000 Megawatt (MW). Meski punya potensi yang cukup besar, tapi Jadhie mengatakan bahwa kebutuhan listrik setiap tahun bertambah sekitar 5.000 MW per tahun. Sedangkan satu unit pembangkit listrik dari panas bumi hanya mampu menghasilkan 25-60 MW. Menurutnya energi panas bumi ini tak bisa mengejar kebutuhan listrik jangka panjang. Ia pun merujuk dalam RPJMN yang akan ditawarkan kepada pemerintahan selanjutnya terdapat sumber energi nuklir untuk pembangkit listrik yang sangat bisa dikembangkan suatu hari. "Kami berpikir suatu saat kita akan membutuhkannya dan bagaimanapun ini harus dimulai," ujar Jadhie. Untuk memulainya tidaklah langsung membuat pembangkit dengan kapasitas besar. Menurutnya nuklir saat ini sudah dikembangkan seperti pembangkit listrik yang ada di Cirebon dengan kapasitas 2 MW. Ke depan, BPPT ingin mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) ini hingga berkapasitas 30 MW. Lebih jauh, ia bilang potensi nuklir di tanah air cukup banyak, karena isotop sebagai bahan dasarnya sangat mudah ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Meski begitu, isotop ini nantinya harus dilakukan pengayaan terlebih dulu sebelum bisa dibuat menjadi nuklir dan ia mengakui industri pengayaan inilah yang belum bisa dikembangkan ditanah air sehingga perlu dilakukan diluar negeri.

"Biaya listrik dari nuklir ini murah, mungkin investasinya tinggi tapi harga listriknya sekitar 5-6 sen dollar AS per kilowattnya," ungkapnya. Langkah pengenalan terhadap nuklir ini bisa dijadikan sebagai langkah mencari energi alternatif masa depan. Ia berharap dalam RPJMN 2020-2024, Indoneisa sudah punya pembangkit medium dari nuklir dengan kapasitas 30 MW.

Meskipun ia mengakui bahwa PLTN itu bisa menghasilkan 1.000-5.000 MW. Guna menerapkan ini, Jadhie yakin Indonesia punya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni untuk mewujudkannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan