Atasi serangan siber, korporasi harus siapkan mitigasi risiko



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Serangan siber ransomware WannaCry pada pertengahan 2017 menginfeksi dan mengenkripsi lebih dari 200.000  komputer di 99 negara, termasuk Indonesia, yang diiringi tuntutan tebusan. Korporasi besar, universitas, hingga kementerian menjadi sasaran utama. Korporasi harus semakin mewaspadai serangan siber, mengingat berbagai sektor industri telah menerapkan Internet of Things (IoT) dalam basis operasional sehari-hari mereka.

Adam Shrok, Managing Director of Cyber Risk Grant Thornton Amerika Serikat (AS), menjelaskan, berdasarkan Grant Thornton International Business Report (IBR) 2018, terjadi perubahan siginifikan pandangan para pimpinan senior korporasi terhadap bagaimana serangan siber akan memengaruhi dan berdampak bisnis mereka. Seperti dampak terhadap waktu manajemen terkuras sebesar 29,9%, ini tinggi dari hasil IBR 2016 sebesar 26%. Kemudian dampak hilangnya reputasi 22,3% dan biaya penanggulangan 18,4%. "Kami mencatat kenaikan serangan sebesar 6,8% sejak 2015. Dampak terhadap pendapatan usaha korporasi 1%-2%  akibat serangan siber, ujar Adam dalam keterangan pers, Senin (29/10).

Menurutnya, sangat penting bagi korporasi menganalisis dan menempatkan pembaruan keamanan pada komputer dan perangkat seluler. Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, mengatakan dengan populasi besar dan pertumbuhahan ekonomi baik, Indonesia berpotensi menjadi salah satu target utama serangan siber, khususnya oleh peretas internasional. Laporan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure Coordinator Center (ID-SIRTI/CC) menyebutkan, jumlah serangan dari luar Indonesia lebih dari 205 juta serangan sepanjang 2017, dengan serangan paling banyak berasal dari malware. "Bisnis harus memiliki strategi manajemen risiko kuat, yang selaras dengan strategi bisnis lebih luas untuk memitigasi risiko di masa depan," terang Johanna.


Editor: Ahmad Febrian