Atasi trader gas, UU migas sebaiknya direvisi



JAKARTA. Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas diminta untuk segera direvisi. Pasalnya, UU ini di salah gunakan oleh para trader gas untuk tumbuh dan berkembang.

Hal itu diungkapkan oleh praktisi migas Erie Soedarmo. Menurutnya dalam UU 22/2001 ini mengenal yang namanya trader sebagai salah satu bagian dari rantai bisnis migas. Adanya trader ini juga dipertegas dengan adannya PP No 36/2004 dan Peraturan Menteri ESDM 19/2009 yang mengakomodasi trader tanpa fasilitas untuk bermain di sektor hilir gas. “Padahal dalam pasar terbuka tidak boleh ada yang memiliki fasilitas dengan cara difasilitasi. Sebenarnya open access bisa berjalan di negara yang telah memiliki infrastruktur gas cukup matang. Sehingga para trader tersebut bisa hidup dikarenakan open access tersebut sudah muncul sendiri,” katanya.

Menurut Erie jika para trader tersebut memiliki fasilitas dengan cara di fasilitasi dengan menekan perusahaan lain, ini namanya tidak benar. “Dan ini kesalahan yang fatal. Oleh sebab itu UU 22 tahun 2001 tersebut harus segera direvisi,” terang Erie. Membentuk BUMN khusus


Untuk mengatasi masalah open access yang menjadi pemicu pertikaian antara PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menurut Eri sebaiknya dibentuk BUMN khusus yang fokus.  Dimana BUMN ini khusus membangun infrastruktur gas. Baik itu pipa transmisi, distribusi, FSRU, terminal LNG dan semua yang terkait dengan fasilitas gas yang dibutuhkan. Salah satu negara yang telah menerapkan adanya BUMN khusus ini adalah Singapura. Dikarenakan adanya keterbatasan lahan, membuat pembangunan infrastruktur gas di Singapura benar-benar dikuasai oleh negara dengan mendirikan Energy Market Authority Singapore. Lembaga ini mengatur semua trading dan pembangunan infrastruktur gas di Singapura. Lembaga ini yang juga kemudian menunjuk Singapore Power sebagai pelaksana tugasnya. Mereka melakukan open access karena semua risikonya diambil oleh pemerintah. Jika pemerintah ingin memaksakan open access diberlakukan di pipa PGN, tentu saja akan terjadi pro-kontra. Sebab saat ini PGN menjalankan dua fungsi. Pertama mereka sebagai investor yang membangun jaringan pipa, di sisi yang lain dia jualan gas.

Semua beban investasinya dibebankan kepada harga jual gasnya. “Jika mereka di unbundling, sekarang bagaimana PGN bisa mengembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan selama ini,” tanya Erie. Nantinya BUMN ini sangat independen dan tidak boleh ada interest apa pun. BUMN ini juga harus langsung di bawah Kementerian BUMN. Tujuannya agar BUMN khusus ini bisa menjalankan sebagian fungsi pemerintah yaitu mengembangkan infrastruktur gas.

Mereka cuma memikirkan membangun infrastruktur gas. Bahkan mengembangkan infrastruktur gas yang mungkin saat ini belum dinilai menguntungkan.  Dikarenakan sifatnya yang independen, BUMN ini nantinya bisa mendapatkan fasilitas pendanaan baik itu dari pemerintah, swasta, dana hibah, bantuan luar negeri, pinjaman dari pihak swasta maupun asing. Pinjaman tersebut nantinya akan dibayarkan oleh BUMN khusus dari pengelolaan gas yang didapatkan. Erie berharap dengan adanya BUMN khusus yang membangun infrastruktur gas ini bisa membuat perseteruan antara Pertamina dan PGN kembali mereda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan