JAKARTA. Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) menilai keputusan pemerintah dengan menerbitkan PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian sudah tepat. Pasalnya, kebijakan tersebut telah mengakomodasi semua kepentingan baik pemerintah pusat dan daerah, pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP khusus Pengolahan pemurnian serta Kontrak Karya (KK) untuk mineral tembaga. “Keputusan pemerintah ini tepat, ekspor hasil olahan konsentrat tembaga 15% tetap berjalan, PHK besar-besaran dapat terhindar, ekonomi daerah tetap bergerak, tujuan program hilirisasi minerba pun jalan,” kata Ketua ATEI Natsir Mansyur di Jakarta (13/1). Ekspor ore, kata dia semestinya sudah tidak bisa lagi dilakukan. Sementara untuk mineral tembaga 15% IUP, IUP pengolahan pemurnian dan KK areanya bisnisnya jelas, walaupun KK selama ini ekspor hasil olahan konsentrat diatas 20%. “Itu silahkan aja KK-nya, ini kan jelas nilai tambahnya naik 30% dari 0,5 menjadi 15%,” Kata Natsir yang juga merupakan Dirut PT Indosmelt. Dia juga mengatakan, untuk penetapan Bea Keluar (BK) pihaknya meminta Kementerian Keuangan membahasnya dengan Kadin, ATEI, Asosiasi Mining Indonesia (AMI), karena ada pertimbangan teknis dalam penetapannya. “Kami berharap Kemenkeu tidak sepihak menetapkan BK. Semangat PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 sudah tepat mengajak pelaku dunia usaha dalam penetapannya,” ungkap dia. Sebelum PP dan Permen diberlakukan, dalam menetapkan kadar minimum mineral, Kementerian ESDM mengajak Kadin dan pemangku kepentingan lainnya seperti ATEI, AMI, pemilik IUP, IUP khusus pengolahan Pemurnian, KK PT Freeport dan PT Newmont. “Kami apresiasi langkah pemerintah yang seperti ini, kita harapkan dalam penentuan BK nantinya Menkeu juga dapat memahami semangat Indonesia incorporated,” kata Natsir.
ATEI minta dilibatkan dalam penetapan BK Mineral
JAKARTA. Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) menilai keputusan pemerintah dengan menerbitkan PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian sudah tepat. Pasalnya, kebijakan tersebut telah mengakomodasi semua kepentingan baik pemerintah pusat dan daerah, pengusaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP khusus Pengolahan pemurnian serta Kontrak Karya (KK) untuk mineral tembaga. “Keputusan pemerintah ini tepat, ekspor hasil olahan konsentrat tembaga 15% tetap berjalan, PHK besar-besaran dapat terhindar, ekonomi daerah tetap bergerak, tujuan program hilirisasi minerba pun jalan,” kata Ketua ATEI Natsir Mansyur di Jakarta (13/1). Ekspor ore, kata dia semestinya sudah tidak bisa lagi dilakukan. Sementara untuk mineral tembaga 15% IUP, IUP pengolahan pemurnian dan KK areanya bisnisnya jelas, walaupun KK selama ini ekspor hasil olahan konsentrat diatas 20%. “Itu silahkan aja KK-nya, ini kan jelas nilai tambahnya naik 30% dari 0,5 menjadi 15%,” Kata Natsir yang juga merupakan Dirut PT Indosmelt. Dia juga mengatakan, untuk penetapan Bea Keluar (BK) pihaknya meminta Kementerian Keuangan membahasnya dengan Kadin, ATEI, Asosiasi Mining Indonesia (AMI), karena ada pertimbangan teknis dalam penetapannya. “Kami berharap Kemenkeu tidak sepihak menetapkan BK. Semangat PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1/2014 sudah tepat mengajak pelaku dunia usaha dalam penetapannya,” ungkap dia. Sebelum PP dan Permen diberlakukan, dalam menetapkan kadar minimum mineral, Kementerian ESDM mengajak Kadin dan pemangku kepentingan lainnya seperti ATEI, AMI, pemilik IUP, IUP khusus pengolahan Pemurnian, KK PT Freeport dan PT Newmont. “Kami apresiasi langkah pemerintah yang seperti ini, kita harapkan dalam penentuan BK nantinya Menkeu juga dapat memahami semangat Indonesia incorporated,” kata Natsir.