KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bakal memberlakukan tarif baru iuran produksi/royalti untuk batubara. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, besaran tarif royalti batubara dalam kebijakan anyar ini besaran tarif ditentukan dengan mempertimbangkan Harga Batubara Acuan (HBA). Ketentuan anyar ini dimuat dalam lampiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diundangkan 15 Agustus 2022 lalu. “PP ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” demikian bunyi Pasal 10 beleid tersebut.
Bukan tanpa alasan pemerintah memberlakukan ketentuan baru. Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno mengatakan, pemerintah memiliki sejumlah pertimbangan dalam dalam menetapkan tarif baru. Salah satunya, pertimbangan soal windfall profit yang didapat oleh badan usaha dari peningkatan harga dan kualitas.
Baca Juga: Menteri ESDM Ungkap Hambatan Mengerek Produksi Batubara di Tengah Kenaikan Harga Selain itu, kata Tri, pemerintah juga memiliki pertimbangan peningkatan penerimaan dana bagi hasil untuk daerah dari penerimaan royalti. “Daerah mendapatkan 80% dari bagian royalti,” imbuh Tri saat dihubungi Kontan.co.id (20/8). PP Nomor 26 Tahun 2022 mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Mengutip lampiran PP 26 Tahun 2022, ketentuan iuran produksi ditentukan dalam 3 layer rentang harga HBA. Yakni HBA kurang dari US$ 70, HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, serta HBA lebih dari sama dengan US$ 90. Besaran tarif iuran produksi batubara pada masing-masing kategori.
Pertama, untuk batubara open pit dengan tingkat kalori kurang dari sama dengan 4.200 Kkal/Kg (Gross Air Received), iuran produksi ditetapkan sebesar 5% dari harga saat HBA kurang dari US$ 70, 6% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, dan 8% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 90.
Kedua, untuk batubara open pit tingkat Kalori di atas 4.200 sampai 5.200 Kkal/Kg (Gross Air Received), iuran produksi/royalti ditetapkan sebesar 7% dari harga saat HBA kurang dari US$ 70, 8,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, dan 10,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 90.
Ketiga, untuk batubara open pit tingkat kalori lebih dari sama dengan 5.200 Kkal/Kg (Gross Air Received), iuran produksi ditetapkan sebesar 9,5% dari harga saat HBA kurang dari US$ 70, 11,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, dan 13,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 90.
Keempat, untuk batubara underground dengan tingkat Kalori kurang dari sama dengan 4.200 Kkal/Kg (Gross Air Received), iuran produksi/royalti ditetapkan sebesar 4% dari harga saat HBA kurang dari US$ 70, 5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, dan 7% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 90.
Kelima, untuk batubara underground dengan tingkat kalori di atas 4.200 sampai 5.200 Kkal/Kg (Gross Air Received), iuran produksi/royalti ditetapkan sebesar 6% dari harga saat HBA kurang dari US$ 70, 7,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, dan 9,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 90.
Keenam, untuk batubara (underground) tingkat kalori lebih dari sama dengan 5.200 Kkal/Kg (Gross Air Received), iuran produksi/royalti ditetapkan sebesar 8,5% dari harga saat HBA kurang dari US$ 70, 10,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 70 namun kurang dari US$ 90, dan 12,5% dari harga saat HBA lebih dari sama dengan US$ 90. “Harga sesuai HBA yang telah disesuaikan dengan kualitasnya (HPB),” tutur Tri. Dalam ketentuan sebelumnya, yakni PP Nomor 81 Tahun 2019, royalti hanya diatur berdasarkan tingkat kalori. Rentang tarifnya yakni sebesar 3%-7% untuk batubara open pit dan 2%-6% untuk batubara underground. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai, ketentuan anyar iuran produksi/royalti lebih baik dari sebelumnya lantaran bersifat progresif berdasarkan HBA. Meski begitu, ia menyayangkan layer pungutan yang berfokus pada rentang harga US$ 70 - US$ 90, sementara harga batubara bisa mencapai ratusan dolar Amerika Serikat (AS) per tonnya. “Kalau ada layer untuk harga di atas 200 US$ per ton dan di atas US$ 300 per ton dengan persentase yang lebih tinggi, misalnya 15 %, akan semakin optimal,” tutur Mulyanto saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (21/8). Saat PP 26 2022 diundangkan, HBA masih berada di atas angka US$ 300 per ton. Mengutip publikasi Kementerian ESDM HBA bulan Agustus 2022 berada di angka US$ 321,59 per ton, naik dari HBA Juli yang sebesar US$ 319 per ton.
Kenaikan HBA di bulan Agustus melanjutkan tren kenaikan HBA di awal tahun. Asal tahu, HBA masih berada di angka US$ 158,50 per ton pada Januari 2022 lalu. HBA tersebut kemudian menunjukkan tren kenaikan menjadi US$ 188,38 per ton di Februari, US$ 203,69 per ton di bulan Maret, US$ 288,40 per ton di bulan April. Pada bulan Mei, HBA sempat turun menjadi US$ 275,64 per ton, naik di bulan Juni menjadi US$ 323,91 per ton, lalu kemudian turun lagi menjadi US$ per ton di bulan Juli.
Baca Juga: Tarif Royalti bagi IUP Batubara Berubah, APBI Masih Pelajari dan Hitung Dampaknya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat