KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga saham emiten
poultry naik tinggi pada penutupan perdagangan akhir pekan Jumat (18/10). Harga saham emiten pakan ternak atau
poultry seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA) dan PT Malindo Feedmill Tbk (
MAIN) mendaki. Harga saham CPIN, Jumat (18/10) ditutup Rp 6.200 per saham, naik 6,9% dibanding hari sebelumnya. Adapun saham JPFA ditutup di harga Rp 1.720 per saham, naik 3,93%, adapun harga saham MAIN naik 11,34 % menjadi Rp 1.080. Kenaikan harga saham seiring dengan kenaikan harga ayam di pasar tradisional dan pasar modern. Merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga ayam rata-rata Rp 33.800 per Kilogram (Kg). Harga tersebut naik dari harga sebelumnya di angka Rp 33.650.
Baca Juga: Kelebihan Pasokan Ayam Masih Mengancam, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham Poultry Merujuk data yang sama, sejak 2 September 2019, harga ayam terus mendaki. Awal September, harga ayam ras per kg hanya Rp 30.450. Kenaikan harga ayam seiring surat Direktorat Jenderal (Ditjen) PKH No 095009/SE/PK.010/F/09/2019 yang dirilis tanggal 2 September 2019, yang memerintahkan peternak untuk mengurangi produksi DOC Final Stock (FS) selama periode 2-20 September dan tunda setting pada 2-7 September. Pengurangan produksi diharapkan dapat membuat peternak mandiri menikmati harga jual yang stabil. Pasalnya, harga ayam sempat terus melorot. Saking mininya harga ayam, peternak memilih membagi-bagikan ayam secara gratis sebagai bentuk protes peternak ke pemerintah. Biaya naik, harga ayam lebih stabil Hanya Riset Danareksa Sekuritas tanggal 7 Oktober 2019 menyebut, pemerintah berencana mengatur distribusi stok induk DOC (PS), mengubah distribusi stok akhir DOC (FS), kapasitas rumah jaga serta fasilitas penyimpanan dingin. Ini merupakan hasil rapat pemangku kepentingan yang diadakan pada 7 Oktober. Implementasi keputusan itu baru akan berdampak negatif pada integrator karena akan mengurangi DOC dan pangsa pasar broiler mereka, namun sisi baiknya, peraturan akan mengurangi volatilitas pendapatan integrator dan membuat harga DOC ayam stabil.
Baca Juga: Emiten poultry masih hadapi tantangan pelemahan harga ayam Tak hanya itu saja. Pemerintah juga akan merevisi Peraturan Menteri Pertanian 32/2017. Dalam riset tersebut, Danareksa menyebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengatakan bahwa Kemtan akan mengubah Peraturan Menteri Pertanian no 32 tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Ada empat poin utama dalam peraturan baru: kedua, GPS perusahaan pembibitan diwajibkan untuk mendistribusikan 25% dari produksi (parents stok/PS) mereka kepada peternak tidak terafiliasi. Kedua, perusahaan PS diwajibkan untuk mendistribusikan 75% DOC FS untuk petani dan mitra yang tidak terafiliasi.
Ketiga, petani atau peternak diharuskan memiliki rumah pemotongan unggas dengan kapasitas 100% dari burung hidup mereka produksi (harus dilakukan secara bertahap selama lima tahun),
empat, rumah pemotongan unggas harus memiliki setidaknya 15% dari produksi matinya disimpan dalam cold storage sebagai cadangan buffer. Tak pelak, efek aturan ini kelak akan membuat volume penjualan ayam lebih rendah, sementra pengeluaran modal lebih tinggi untuk integrator. Lantaran integrator harus mengurangi volume penjualan untuk DOC dan broiler. “Ini seharusnya diimbangi dengan pendapatan tambahan yang dihasilkan oleh penjualan PS,” ujar tulis Victor Stefano dalam risetnya (7/10).
Lebih lanjut, efek aturan tersebut akan membuat pendapatan emiten poultry negatif. Selain itu, integrator juga akan mengeluarkan lebih banyak belanja modal (
capital expenditure/capex) untuk membangun lebih banyak rumah jagal serta fasilitas penyimpanan dingin. “Ini berpotensi mengurangi pendapatan dan volatilitas harga ayam,” lanjut Victor dalam risetnya. Kondisi ini harus diimbangi dengan penjualan pakan ternak yang stabil. Lebih lanjut Victor dalam risetnya menyebut tak yakin aturan ini akan berlaku ketat kepada integrator. “Meski begitu, kami percaya rencana tersebut akan menimbulkan risiko lain, selain kelebihan pasokan yang terjadi baru-baru ini,” ujarnya. Oleh karena itu, Victor memilih mempertahankan penilaian
underweight di sector poultry ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Titis Nurdiana