KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending seperti memasuki era baru saat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran OJK atau SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Dari segudang aturan baru yang tertuang dalam SEOJK tersebut, salah satu terdapat aturan bahwa penyelenggara atau fintech lending dalam melaksanakan penilaian (scoring) atas permohonan penerimaan pendanaan atau calon penerima dana melalui sistem elektronik penyelenggara harus menaati sejumlah ketentuan. Dijelaskan dalam SEOJK, penyelenggara dalam melaksanakan penilaian (scoring) melalui sistem elektronik harus melakukan verifikasi atas kebenaran dokumen yang disampaikan calon peminjam sesuai dengan prosedur operasional.
Selain itu, penyelenggara juga harus melakukan klarifikasi dan konfirmasi baik melalui tatap muka secara langsung, elektronik, atau tidak tatap muka secara elektronik kepada calon peminjam sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan.
Baca Juga: OJK Keluarkan Draft RPOJK LPBBTI, Ini Poin-Poin Pentingnya Ditambah melakukan pengolahan data dari pihak lain yang relevan dengan kebutuhan penilaian jika diperlukan dan melakukan analisis calon penerima dana. Dalam SEOJK itu, disebutkan penilaian atau
scoring yang dilakukan penyelenggara harus memperhatikan kelayakan dan kemampuan calon penerima dana untuk memenuhi kewajiban pembayaran pendanaan, yaitu watak dan kemampuan membayar kembali (
repayment capacity). Mengenai penilaian terhadap kemampuan membayar kembali (
repayment capacity) untuk pendanaan konsumtif, yakni dilakukan dengan menelaah perbandingan antara jumlah pembayaran pokok dan manfaat ekonomi yang dibayarkan oleh penerima dana dengan penghasilan penerima dana yang ditetapkan paling tinggi sebesar 50% pada tahun pertama setelah SEOJK ditetapkan, 40% pada tahun kedua, dan 30% pada tahun ketiga. Sementara itu, disebutkan juga dalam SEOJK tersebut, penyelenggara harus memastikan bahwa penerima dana tidak menerima pendanaan melalui lebih dari 3 penyelenggara. Artinya, kini peminjam hanya boleh meminjam maksimal 3 fintech saja. Terkait aturan scoring terbaru, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tiar Karbala menyampaikan setiap platform punya cara sendiri dalam melakukan identifikasi dan
assessment customer mereka. "Mungkin ada beberapa platform yang menggunakan slip gaji sebagai metode untuk memastikan bahwa calon
borrower memiliki penghasilan atau bisa jadi proses identifikasi calon
borrower dilakukan dengan metode-metode lainnya," ucapnya kepada Kontan.co.id, Senin (13/11). Pada intinya, Tiar mengatakan setiap platform memiliki proses, teknologi, dan standarisasinya masing-masing dalam melakukan proses e-KYC sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) dan peraturan yang berlaku.
Baca Juga: Roadmap Pinjol Akan Membuat Fintech Lending Lebih Bermanfaat Bagi Ekonomi Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan (PVML) OJK Agusman mengatakan tentang aturan penyesuaian gaji dengan pinjaman atau
leverage, nantinya peminjam harus menghitung gaji atau pendapatannya terlebih dahulu sebelum menentukan besaran pinjaman. "Jadi, dihitung
income berapa dan boleh meminjam berapa. Jadi, maksimum itu boleh 50% pada 2024, tahun berikutnya lebih rendah, dan seterusnya. Jadi, harus dihitung terlebih dahulu. Dengan demikian, aturan yang dibuat itu membuat anak muda jadi selektif meminjam dengan cari cara yang aman dan sesuai dengan profil kebutuhannya juga," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Senin (13/11). Agusman menyampaikan jangan sampai sudah banyak utang malah masih nambah terus, makanya ditentukan maksimum platform hanya bisa 3, serta
leverage ke depannya akan tambah ketat supaya tidak merugikan masyarakat juga ujung-ujungnya. Dia menegaskan
leverage itu juga bertujuan untuk menekan fenomena gagal bayar. Agusman juga mengatakan industri fintech lending tengah mengembangkan pusat data fintech lending (Pusdafil). Nantinya, data peminjam bisa ditemukan di Pusdafil. "Mudah-mudahan 2024 bisa selesai dan suatu ketika akan disambung dengan Slik. Nantinya yang tak bisa membayar bisa saja masuk daftar hitam sehingga akan susah meminjam selanjutnya," katanya. Agusman menambahkan pelajar juga bisa meminjam di fintech lending meski ada aturan terbaru. Namun, harus setara dengan pendapatan, seperti uang saku dari orang tua. Intinya, Agusman mengimbau agar pelajar kalau mau meminjam, tetap harus melihat kemampuan membayarnya dahulu dan jangan asal meminjam. Menurutnya, meski pelajar bisa meminjam lewat pinjol, tetapi tak akan menimbulkan risiko yang besar. Sebab, harus sesuai dengan aturan SEOJK, yakni meski bunga turun, ada pembatasan maksimum pinjaman di 3 platform, ditambah ada pembatasan
leverage.
Baca Juga: OJK Batasi Peminjam Agar Tak Gali Lubang Tutup Lubang "Jadi, tidak akan mendorong pinjam besar-besaran," katanya. Di sisi lain, Group CEO Akseleran Ivan Nikolas menilai penyesuaian gaji dengan jumlah pinjaman yang diatur OJK tersebut dianggap berdampak baik. Sebab, bertujuan untuk mengurangi over leverage. Dia pun menyampaikan selama ini Akseleran telah menerapkan mekanisme
scroing dengan melihat slip gaji calon peminjam dan selalu memberikan pinjaman berdasarkan pendapatan calon peminjam. "Selain menggunakan slip gaji, bisa juga menggunakan rekening koran atau pendapatan yang masuk misalnya
freelancer," ungkapnya. Ivan menyampaikan slip gaji maupun rekening koran tak diunggah di fintech data center (FDC) dan sepertinya tak akan ada juga nantinya di Pusdafil. Sebab, slip gaji itu data pribadi dan yang memegang hanya platform bersangkutan. Dia menjelaskan saat mencari calon peminjam di FDC, data yang tercantum salah satunya mengenai
track record peminjam sudah pernah meminjam di fintech mana saja.
Ivan menjelaskan mekanisme
scoring sebenarnya berbeda-beda setiap platform tergantung pemain masing-masing. Dia menyampaikan ada yang tak melihat dari slip gaji, tetapi dilihat dari pajak dan sebagainya. Mengenai batasan meminjam hanya 3 fintech, Ivan mengatakan aturan itu sebenarnya perlu di-review lagi efektif atau tidaknya. Sebab, apabila sudah menggunakan slip gaji, seharusnya tak usah dibatasi lagi. "Jadi, tidak perlu dua-duanya. Jadi, kalau yang tepat, sebenarnya melihat pendapatan si calon peminjam saja," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari