KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kebijakan baru terkait Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpotensi memberi dampak pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PBBKB naik dari sebelumnya 5% menjadi 10%. Harga BBM berpotensi mengalami kenaikan akibat ketentuan tersebut. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, PBBKB masuk dalam komponen pembentukan harga BBM. Adanya kenaikan dari 5% menjadi 10% dinilai akan berimbas pada kenaikan harga BBM.
"Saya kira kenaikan pajaknya dilekatkan pada harga sehingga pasti ada kenaikan 10 persen, misalnya sekarang yang dinaikan misalnya harganya Rp 10 ribu naik jadi Rp 11 ribu," kata Fahmi dalam keterangan resmi, Senin (29/1).
Baca Juga: Simplifikasi Jenis BBM Jadi Kunci Peningkatan Penjualan Bioethanol Fahmi beranggapan kenaikan PBBKB tersebut kurang tepat jika diterapkan pada tahun politik saat ini, karena dapat menimbulkan gejolak sosial. "Saya kira tahun politik ini tidak akan diterapkan, secara meluas karena itu akan mempunyai dampak terhadap peningkatan inflasi kemudian penurunan daya beli dan ini bisa memicu pergolakan sosial dan itu berbahaya," tuturnya. Fahmi pun menilai kenaikan PBBKB tidak akan ampuh mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik secara signifikan seperti yang diinginkan pemerintah. Pasalnya, banyak variabel yang mempengaruhinya. "Karena keputusan untuk membeli kendaraan listrik itu banyak faktor yang mempengaruhinya, tidak semata-mata tentang harga, kalau misalnya diberikan subsidi dalam jumlah yang besar ini juga tidak mendorong konsumen kemudian pindah karena banyak variabel, ketersediaan infrastruktur untuk kendaraan listrik, kemudian juga ketersediaan jaringan service after sales," jelasnya. Sementara Peneliti di Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengungkapkan, kenaikan harga BBM yang dipicu naiknya PBBKB yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi 10 persen dapat memberatkan masyarakat. "BBM mau dinaikin pajaknya, ini akan berdampak pada perekonomian di tengah kondisi kesulitan masyarakat," kata Ferdy. Menurut Ferdy, kenaikan harga BBM atas dampak kenaikan PBBKB akan menimbulkan efek domino, seperti kenaikan biaya logistik yang berujung pada kenaikan harga bahan pokok, hal ini tentu akan membuat daya beli menurun dan inflasi meningkat.
Baca Juga: DKI Jakarta Kumpulkan Penerimaan Pajak Daerah Rp 43,52 Triliun Sepanjang 2023 "Masyarakat saat ini sudah kesulitan cari uang, lalu dibebankan kenaikan pajak, kenaikan harga BBM itu efeknya domino," imbuh Ferdy Menurut Ferdy sebaiknya pemerintah tidak membuat kebijakan yang memberatkan masyarakat, sebab saat ini masih banyak aktivitas masyarakat yang mengandalkan BBM. Menurutnya, kebijakan yang ditetapkan Perda DKI
1 2024 tentang pajak Daerah dan Retrebusi Daerah Bagian 5 Pasal 24 ini tentu bisa diikuti wilayah lain yang tingkat ekonominya jauh lebih rendah dari Jakarta. "Kebijakan publik itu harus berpihak ke rakyat, itu akan ditiru daerah lain. Orang sudah hidup susah bisa semakin susah," tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Mulyanto memandang, kenaikan PBBKB yang akan memberatkan masyarakat perlu ditunda dan diputuskan oleh pemimpin yang akan mendatang. Ia menuturkan, kebijakan tentang BBM menyangkut hajat hidup rakyat banyak, keputusannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati. "Kita tidak setuju dengan pengenaan (kenaikan) pajak untuk BBM yang akan membebani masyarakat," pungkas Mulyanto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari