Aturan baru pajak ini potensi timbulkan dispute



KONTAN.CO.ID - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2017. Dalam naskah peraturan itu, bagi wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak, PP ini berlaku atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap.

Sementara bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, PP ini menyasar harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.

Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani mengatakan, aturan ini memiliki satu poin yang memiliki potensi dispute, yakni pada Pasal 5 ayat 2 di mana nilai harta bersih non kas ditentukan oleh Ditjen Pajak (official assessment). Menurutnya, hal ini tidak relevan untuk diterapkan.


Dengan demikian, menurut Ajib, apabila ada pihak yang merasa dirugikan, maka judicial review bisa saja dilakukan. Namun, secara umum, dirinya setuju dengan keluarnya PP nomor 36 ini.

“Hanya waktunya kurang tepat,” katanya kepada KONTAN, Selasa (26/9).

Sementara, Wakil Industri Keuangan Non-Bank Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyapratama mengatakan, dengan adanya potensi dispute itu, aturan turunan yang lebih detil soal pelaksanaan teknisnya di lapangan dibutuhkan segera.

“Supaya jangan menjadi sumber masalah baru. Sebetulnya waktu amnesti pajak, mengenai nilai, itu kan menurut wajib pajaknya, “kata Siddhi.

Hal ini sebelumnya diungkapkan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, yakni agar pemerintah memberi kepastian soal penghitungan nilai harta bersih yang diatur pada Pasal 5 ayat 2 dalam PP tersebut.

“Memang itu salah satu yang dikhawatirkan sebagai ajang perdebatan atau bisa menimbulkan kemungkinan persekongkolan, karena waktu amnesti pajak self assessment tetapi pada PP 36 kan ditentukan pajak, ini perbedaan harus dijembatani, jangan ada ruang untuk persekongkolan, harus ada kepastian,” kata Rosan.

Hal ini juga diamini oleh Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin, Benny Soetrisno. "Saya Setuju dengan Pak Rosan," katanya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dalam PP ini, intensi pemerintah tidak lagi melakukan penawaran kepada wajib pajak sehingga berbeda dengan saat amnesti pajak. Oleh karena itu, dirinya setuju apabila Ditjen Pajak melakukan official assessment terhadap harta non kas dan setara kas yang belum diungkap oleh wajib pajak.

“Saya setuju official assessment karena dulu wajib pajak sudah diberi kesempatan. Pertama, ikut amnesti pajak pakai nilai wajar hasil penilaian sendiri (untuk harta). Kedua, tidak ikut amnesti pajak isi SPT berdasarkan nilai perolehan,” kata Yustinus.

Menurut Yustinus, apabila nantinya ada dispute soal nilai, wajib pajak tidak perlu khawatir karena akan ada forumnya, yaitu mengajukan keberatan atau banding setelah ada pemeriksaan pajak atau mengajukan nilai berdasarkan KJPP.

“Tak beralasan pengusaha minta kelonggaran lagi untuk hal ini karena alasan-alasan yang sudah saya sebutkan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie