Aturan baru PPN bisa dorong penerimaan negara



JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk meningkatkan batas pengusaha yang boleh membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sebelumnya, pengusaha yang wajib membayar PPN hanyalah yang berpenghasilan minimal Rp 600 juta per tahun, kini batasnya dinaikkan jadi Rp 4,8 miliar per tahun. Menurut Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia Darussalam, ada dua manfaat yang bisa diperoleh pemerintah dengan kebijakan ini.

Pertama, akan meminimalisir kebocoran penerimaan negara dari PPN. Sebab, selama ini banyak pengusaha yang berpenghasilan di bawah Rp 4,8 miliar setahun mengeluarkan faktur pajak fiktif. Bahkan, sebagian diantaranya mengajukan restitusi atas kelebihan pembayaran PPN. Caranya dengan menggunakan faktur pajak fiktif tersebut. "Makanya pemerintah nampaknya membersihkan pengusaha-pengusaha ini," ujar Darussalam, Jumat (3/1) kepada KONTAN. Kedua, bisa mendorong tingkat kepatuhan pengusaha berpenghasilan di bawah Rp 4,8 miliar, dalam membayar Pajak Penghasilannya (PPh).


Karena itu, kalau mereka tidak dibebani kewajiban membayar PPN, secara administrasi saja kewajibannya berkurang. Belum lagi kewajiban finansialnya. Dengan dua alasan tersebut Darussalam optimistis, kebijkan ini bisa mendorong penerimaan negara dari sektor perpajakan terdongkrak naik. Mengingat jumlah pengusaha kecil yang berpenghasilan di bawah Rp 4,8 miliar cukup besar di Indonesia. Namun Darussalam menilai kebijakan ini lebih tepat jika hanya berlaku sementara. Artinya, kebebasn pengusah kecil dari kewajiban membayar PPN hanya dikeluarkan untuk menunggu kesiapan mereka siap dan terbiasa mengurusi kewajiban perpajakan. Perlu diingat para pengusaha kecil ini selama ini memang dikenal tak tersentuh pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan