Aturan BMAD Terbit, Asaki Optimistis Utilisasi Produksi Keramik RI Segera Melesat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70 Tahun 2024 terkait kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk keramik impor asal China.

Kehadiran beleid ini dipandang sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam melindungi industri keramik nasional dari tindakan kecurangan perdagangan berupa dumping keramik impor asal Negeri Tirai Bambu.

BMAD ini dikenakan terhadap impor produk ubin keramik dari China yang termasuk dalam pos tarif 6907.21.24, 6907.21.91, 6907.21.92, 6907.21.93, 6907.21.94, 6907.22.91, 6907.22.92, 6907.22.93, 6907.22.94, 6907.40.91, dan 6907.40.92.


Kementerian Keuangan pun mengenakan BMAD kepada 32 perusahaan keramik China dengan tarif yang berbeda-beda. Kebijakan baru ini berlaku mulai 14 Oktober 2024 hingga lima tahun mendatang.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto tetap merespons positif kendati besaran BMAD yang ditetapkan pemerintah hanya berkisar 35% sampai 50%-an. Asaki sempat berharap tarif BMAD Indonesia bisa menyerupai negara-negara lain seperti Meksiko dan Amerika Serikat yang mencapai di atas 100%.

Baca Juga: Resmi! Sri Mulyani Terbitkan Aturan Bea Masuk Anti Dumping Keramik Asal China

Pemberlakuan BMAD diyakini akan menjadi awal kebangkitan industri keramik nasional yang telah terpuruk berat hampir 10 tahun terakhir akibat praktik dumping, sehingga berujung pada penghentian produksi sejumlah pabrik keramik di dalam negeri.

"Kami tentu berharap perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau Safeguard juga bisa tepat waktu pada bulan November mendatang. Perpanjangan ini sangat dibutuhkan untuk melengkapi persentase tarif BMAD yang kurang maksimal,” ungkap Edy dalam keterangan resmi, Rabu (16/10).

Dengan adanya BMAD atas impor keramik China dan dukungan melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 36 Tahun 2024 tentang SNI Wajib, maka ada potensi tingkat utilisasi produksi keramik nasional dapat beranjak dari level 63% menjadi ke kisaran 67%--68% pada akhir 2024.

Asaki juga memasang target tingkat utilisasi produksi keramik nasional sebesar 80% pada 2025 dan 90% pada 2026 nanti.

Indonesia pun memiliki potensi besar di industri keramik. Ini mengingat kapasitas produksi terpasang industri keramik nasional mencapai 675 juta meter persegi per tahun, atau peringkat keempat setelah China, India, dan Brazil. Sayangnya, kapasitas produksi aktual keramik nasional masih tertinggal dan hanya menempati posisi delapan dunia.

“Asaki menargetkan pada 2025 bisa masuk sebagai Top 5 Manufacturing Countries versi Ceramic World Review,” kata Edy.

Selain itu, Asaki juga berharap industri keramik dapat menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri dengan mendukung program pemerintahan baru Prabowo-Gibran berupa pembangunan rumah rakyat sebanyak 3 juta unit.

Baca Juga: Asaki Kritik Lambannya Penerbitan Regulasi BMAD Impor Keramik China

Program ini tentu membutuhkan pasokan bahan-bahan bangunan seperti ubin keramik, genteng keramik, dan sanitary ware yang diproduksi oleh anggota-anggota Asaki.

Lebih lanjut, kehadiran kebijakan BMAD, SNI Wajib, dan BMTP dipercaya akan menarik investasi-investasi baru, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk investor China. Asaki jelas siap menyambut para pemain baru yang akan menanamkan modalnya di Indonesia dan menciptakan lapangan kerja baru.

“Kami ingin bersaing secara adil. Kita adu efisiensi dan inovasi. Kami yakin para pemain lokal tidak akan kalah bersaing,” terang dia.

Potensi untuk ekspansi di pasar keramik masih terbuka lebar, mengingat tingkat konsumsi keramik per kapita Indonesia masih di bawah rata-rata konsumsi keramik dunia per kapita yang berada di level 2,5 m2/kepala. Indonesia juga masih kalah dengan Malaysia dan Thailand yang rata-rata konsumsi keramiknya sudah di atas 3 m2/kepala. Begitu juga dengan Vietnam dan China yang sudah di atas 5 m2/kepala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari