JAKARTA. Kebijakan devisa hasil ekspor yang akan dirilis Bank Indonesia (BI) hari ini (3/10) memang akan menambah pekerjaan bank. Namun, pelaku industri memastikan beban tersebut tidak akan meningkatkan biaya. Mereka merasa, sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur yang tersedia saat ini cukup untuk mengerjakan tugas tersebut. Lewat beleid baru ini, BI mewajibkan bank memverifikasi dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) secara lebih detail dan mengecek ketepatan penerimaan uang hasil ekspor. BI akan mengawasi kepatuhan bank dalam menjalankan tugas itu. Margareth Tjahjono, Head of Trade Finance and Product Management Bank Danamon mengatakan, tambahan tugas baru ini tidak membengkakkan biaya, karena bank sudah terbiasa mengerjakannya. Bank sejak lama memiliki divisi trade finance yang tugas pokoknya mengecek kelengkapan dokumen eksportir, sebelum memberikan letter of credit (L/C).
Kalau pun kelak ada perbedaan, lebih pada detail proses dan dokumen tambahan. "Kami tidak menambah karyawan baru," ujarnya. Danamon akan menyiasati keadaan ini dengan meningkatkan kemampuan staf divisi trade finance. Tujuannya, agar mereka lebih mengetahui dokumen apa saja yang mesti dicek dan diverifikasi. "Kami melakukan pelatihan secara periodik," tambahnya. Menurut Roosiniati Salihin, Wakil Direktur Utama Bank Panin, karena tugas baru ini tidak membengkakkan biaya bank, tidak ada alasan bagi bank membebani fee tambahan ke nasabah di luar fee transaksi normal. Kunci sukses beleid PEB merupakan bukti bahwa eksportir telah mengirim barang ke rekan bisnis mereka di luar negeri. Data ini menjadi bahan statistik pemerintah dan bank sentral.