Aturan divestasi tambang tidak berlaku surut



JAKARTA. Pemerintah telah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan revisi tersebut maka PP 10/2010 berubah menjadi PP nomor 24 Tahun 2012. Namun demikian, pemerintah menegaskan, PP hasil revisi tersebut tidak berlaku surut.

Dengan demikian, para pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan IUP khusus (IUPK) yang mendapatkan IUP dan IUPK sebelum PP revisi lahir, tidak perlu risau.

Memang beleid paling penting dalam PP 24/2012 adalah kewajiban divestasi bagi perusahaan asing pemilik IUP atau IUPK. Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Thamrin Sihite, PP 24/2012 tersebut hanya berlaku untuk perusahaan yang baru mendapatkan IUP dan IUPK serta perusahaan yang melakukan perpanjangan IUP atau IUPK setelah peraturan tersebut diundangkan.


"Ketentuan itu berlaku bagi perusahaan asing yang mendapat IUP setelah PP hasil revisi tersebut diterbitkan," ujar Thamrin Sihite, Rabu (7/3).

Dalam ketentuan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 Februari 2012 tersebut, menyebutkan, divestasi harus dilakukan setelah 5 (lima) tahun hingga tahun kesepuluh sejak perusahaan asing pemegang IUP dan IUPK berproduksi.

Pasal 97 ayat 6 menyatakan, penawaran saham dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender sejak lima tahun dikeluarkannya izin operasi produksi tahap penambangan.

Menurut Thamrin, sesuai PP 24/2012, periode divestasi itu adalah sebagai berikut, perusahaan asing akan melepas saham sebesar 20% pada tahun keenam produksi, 30% tahun ketujuh, 37% tahun kedelapan, 44% tahun kesembilan, dan divestasi sudah mencapai 51% di tahun kesepuluh dari jumlah seluruh saham.

Ketentuan tentang divestasi bagi PMA tambang mineral dan batubara ini berbeda dengan ketentuan yang tertuang sebelumnya dalam PP Nomor 23 Tahun 2010, yang hanya mewajiban PMA Tambang Mineral dan Batubara melakukan divestasi 20% saja dari seluruh saham.

Tidak langsung lolos

Meski, peraturan divestasi ini tidak berlaku surut, lanjut Thamrin, bagi pemilik IUP dan IUPK lama tidak serta merta lolos dari peraturan ini. Seperti misalnya PT Freeport Indonesia. Menurut Thamrin, untuk divestasi Freeport akan dimasukkan dalam poin renegosiasi. Namun, jumlah divestasi sahamnya tidak harus 51% tergantung dari kesepakatan renegosiasi.

PP ini juga menjelaskan, pengalihan saham PMA tambang mineral dan batubara dilakukan secara berurutan kepada pemerintah pusat terlebih dahulu. Jika pemerintah pusat tidak bersedia membeli saham, maka ditawarkan kepada pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

Jika pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota tidak bersedia, maka ditawarkan kepada BUMN dan BUMD dengan cara lelang.Terakhir, jika BUMN dan BUMD tidak bersedia juga, maka ditawarkan kepada badan usaha swasta nasional dengan cara lelang. Pasal yang sama juga menyebutkan, apabila proses divestasi tersebut tidak tercapai, maka penawaran saham dilakukan pada tahun berikutnya.

Selanjutnya, Pasal 98 menyebutkan, bila terjadi peningkatan jumlah modal perseroan, maka peserta Indonesia sahamnya tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari jumlah saham sesuai tahapan kewajiban divestasi.

Tambang asing yang melanggar ketentuan divestasi dalam PP 24/2012 akan dikenakan sanksi administratif mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara, hingga pencabutan izin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie