JAKARTA. Pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang pemberian izin ekspor mineral secara terbatas pasca-2014. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, aturan baru itu merupakan revisi kedua atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. "Aturan ini akan mengatur ekspor mulai 2014," katanya sebelum rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (23/10/2013). Di tempat yang sama, Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, aturan baru diperlukan menyusul kondisi global yang mempengaruhi bisnis pertambangan. "Dulu saat menyusun UU Minerba tidak terpikir dunia akan begini di 2013. Kalau normal-normal saja, mungkin tidak perlu ada perubahan. Tapi, karena situasi dunia seperti ini, tentu harus ada penyesuaian," ujarnya. Izin ekspor mineral setelah 2014 akan diberikan kepada perusahaan yang serius membangun pengolahan (smelter) mineral. Bukti keseriusan tersebut antara lain minimal adanya studi kelayakan smelter melalui verifikasi lapangan, penempatan dana jaminan di rekening pemerintah, dan program lingkungan. Izin ekspor akan diberikan secara terbatas sampai smelter beroperasi. Pemerintah akan mengonsultasikan PP tersebut dengan DPR dalam waktu dekat. Pelibatan DPR dikarenakan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) melarang ekspor mineral setelah 2014. Pemerintah juga akan mengeluarkan peraturan Menteri ESDM terkait ekspor terbatas tersebut. Saat ini, sebanyak 125 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) sudah melaporkan rencana pembangunan smelter. Dari jumlah tersebut, menurut Thamrin, sebanyak 97 perusahaan sudah melakukan studi kelayakan dan sebanyak 28 lainnya melaksanakan peletakan batu pertama (ground breaking). Beberapa "smelter" yang sudah mulai konstruksi berada di Kalimantan Selatan, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi. Thamrin juga mengatakan, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara berniat memasok hasil tambangnya ke perusahaan smelter. "Freeport sudah mulai studi kelayakan. Sementara Newmont masih tetap melihat belum ekonomis," katanya. Alternatif lokasi "smelter" yang menerima hasil tambang Freeport antara lain Jawa Timur dan Papua. Selain ekspor, lanjutnya, revisi PP juga akan berisi pasal kewajiban divestasi saham. Nantinya akan dibedakan besaran divestasi bagi perusahaan yang hanya menambang saja dan terintegrasi antara tambang dan pengolahannya. "Kalau hanya menambang saja, maka divestasinya 51 persen. Sementara, kalau terintegrasi bisa 40 persen," katanya. Anggota Komisi VII DPR RI Satya W Yudha mengatakan, pemerintah harus konsisten menjalankan UU Minerba. (Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Aturan ekspor terbatas mineral segera terbit
JAKARTA. Pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang pemberian izin ekspor mineral secara terbatas pasca-2014. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, aturan baru itu merupakan revisi kedua atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. "Aturan ini akan mengatur ekspor mulai 2014," katanya sebelum rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (23/10/2013). Di tempat yang sama, Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, aturan baru diperlukan menyusul kondisi global yang mempengaruhi bisnis pertambangan. "Dulu saat menyusun UU Minerba tidak terpikir dunia akan begini di 2013. Kalau normal-normal saja, mungkin tidak perlu ada perubahan. Tapi, karena situasi dunia seperti ini, tentu harus ada penyesuaian," ujarnya. Izin ekspor mineral setelah 2014 akan diberikan kepada perusahaan yang serius membangun pengolahan (smelter) mineral. Bukti keseriusan tersebut antara lain minimal adanya studi kelayakan smelter melalui verifikasi lapangan, penempatan dana jaminan di rekening pemerintah, dan program lingkungan. Izin ekspor akan diberikan secara terbatas sampai smelter beroperasi. Pemerintah akan mengonsultasikan PP tersebut dengan DPR dalam waktu dekat. Pelibatan DPR dikarenakan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) melarang ekspor mineral setelah 2014. Pemerintah juga akan mengeluarkan peraturan Menteri ESDM terkait ekspor terbatas tersebut. Saat ini, sebanyak 125 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) sudah melaporkan rencana pembangunan smelter. Dari jumlah tersebut, menurut Thamrin, sebanyak 97 perusahaan sudah melakukan studi kelayakan dan sebanyak 28 lainnya melaksanakan peletakan batu pertama (ground breaking). Beberapa "smelter" yang sudah mulai konstruksi berada di Kalimantan Selatan, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi. Thamrin juga mengatakan, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara berniat memasok hasil tambangnya ke perusahaan smelter. "Freeport sudah mulai studi kelayakan. Sementara Newmont masih tetap melihat belum ekonomis," katanya. Alternatif lokasi "smelter" yang menerima hasil tambang Freeport antara lain Jawa Timur dan Papua. Selain ekspor, lanjutnya, revisi PP juga akan berisi pasal kewajiban divestasi saham. Nantinya akan dibedakan besaran divestasi bagi perusahaan yang hanya menambang saja dan terintegrasi antara tambang dan pengolahannya. "Kalau hanya menambang saja, maka divestasinya 51 persen. Sementara, kalau terintegrasi bisa 40 persen," katanya. Anggota Komisi VII DPR RI Satya W Yudha mengatakan, pemerintah harus konsisten menjalankan UU Minerba. (Kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News