JAKARTA. Perhitungan Giro Wajib Minimum yang baru meningkatkan likuiditas di PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. Pengelola BCA menyatakan, ada tambahan likuiditas senilai Rp 10 triliun dan US$ 48 juta. Wakil Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja bilang, saat ini BCA masih mempunyai duit cadangan sekunder Rp 23 triliun yang mereka tempatkan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat utang negara. "Kami masih merasa nyaman dengan kondisi likuiditas saat ini," kata Jahja saat memberikan paparan publik kinerja BCA untuk triwulan ketiga, Rabu (29/10). Dalam aturan perhitungan GWM terdahulu, BCA terkena kewajiban menyetor GWM sebesar 11% dari total dana masyarakat. Nah, menurut aturan yang baru, BCA hanya perlu menyetor GWM sebesar 7,5% dari dana masyarakat. Perinciannya, GWM sebesar 5% dalam bentuk tunai dan GWM sebesar 2,5% dalam bentuk surat berharga.
Dulu, BCA harus menyetor GWM besar karena penyaluran kredit bank itu masih rendah. Hingga akhir September 2008 pun, rasio penyaluran kredit terhadap dana masyarakat BCA baru 54,7% saja. Jauh di bawah rata-rata LDR industri perbankan yang lebih dari 70%. Meski LDR masih rendah, BCA tak berambisi meningkatkan penyaluran kredit secara massal. "Jika LDR terlalu tinggi nanti akan menyulitkan likuiditas," tutur Jahja. Alasannya, jika nanti ada nasabah yang sudah mempunyai komitmen kredit dengan jumlah tinggi dan tiba-tiba menariknya dalam jumlah besar, maka bank akan kewalahan untuk memenuhi dana tunai di tengah likuiditas perbankan yang ketat.