JAKARTA. Ikhtiar pemerintah untuk merealisasikan rencana holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak semulus yang diperkirakan. Pembentukan holding BUMN beberapa sektor, seperti minyak dan gas (migas), pertambangan, dan perbankan yang digadang-gadang terwujud tahun ini tampaknya masih seret. Bahkan, penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas sebagai payung hukum holding BUMN, hingga kini masih banyak menuai kritik. Kali ini, kritikan dari Indef. Pengamat ekonomi Indef Mohammad Reza H Akbar menuturkan, berdasar kajian Indef, ada beberapa kelemahan beleid itu. Pertama, penerapan konsep inbreng saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas (PT) sebagai sumber penyertaan modal negara yang diatur di Pasal 2 ayat 2 huruf d PP No 72/2016 tak masuk dalam UU BUMN sebagai sumber penyertaan modal negara di BUMN.
Aturan holding BUMN menuai kritik
JAKARTA. Ikhtiar pemerintah untuk merealisasikan rencana holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak semulus yang diperkirakan. Pembentukan holding BUMN beberapa sektor, seperti minyak dan gas (migas), pertambangan, dan perbankan yang digadang-gadang terwujud tahun ini tampaknya masih seret. Bahkan, penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas sebagai payung hukum holding BUMN, hingga kini masih banyak menuai kritik. Kali ini, kritikan dari Indef. Pengamat ekonomi Indef Mohammad Reza H Akbar menuturkan, berdasar kajian Indef, ada beberapa kelemahan beleid itu. Pertama, penerapan konsep inbreng saham milik negara pada BUMN atau perseroan terbatas (PT) sebagai sumber penyertaan modal negara yang diatur di Pasal 2 ayat 2 huruf d PP No 72/2016 tak masuk dalam UU BUMN sebagai sumber penyertaan modal negara di BUMN.