Aturan kemasan tak ganggu target cukai



AKARTA. Mulai Selasa (24/6) pekan ini pemerintah memberlakukan aturan pencantuman peringatan kesehatan atawa pictorial health warning (PHW) di bungkus rokok. Meski begitu, pemberlakuan aturan ini dinilai tak akan banyak mengurangi konsumsi dan produksi rokok, sehingga penerimaan cukai tak akan berkurang banyak.

Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Susiwijono Moegiarso mengatakan, penerapan aturan PHW tentu akan berdampak ke konsumsi dan produksi rokok sehingga bisa berdampak ke penerimaan cukai negara. Tapi, ia meyakini penurunan ini tidak akan besar. Alasannya, merokok sudah menjadi kultur atau budaya masyarakat Indonesia, sehingga agak sulit untuk bisa diubah.

Menurutnya, bila menilik pada pengalaman negara maju, aturan PHW akan mempengaruhi penurunan pola konsumsi dan produksi rokok. Lantaran produksi rokok yang menjadi variabel utama dari penerimaan cukai, maka penurunan produksi juga bakal berdampak pada penurunan penerimaan cukai. "Pengalaman di negara maju, (PHW) itu sekitar 1%–3% pengaruhnya ke penerimaan cukai," kata Susiwijono.


Meski begitu, Susiwijono belum bisa memastikan berapa besar pengaruh penerapan aturan PHW terhadap penerimaan cukai negara tahun ini. Tapi ia menuturkan di Indonesia, industri tembakau adalah industri besar dengan produksi yang juga cukup tinggi. Rokok produksi Indonesia bahkan tak hanya dikonsumsi di dalam negeri tapi juga dijual ke pasar ekspor.

Sebagai gambaran, tahun lalu produksi rokok nasional mencapai 341 miliar batang. Untuk tahun ini, Susiwijono memperkirakan produksi rokok bakal kembali naik menjadi 360 miliar batang. Karena produksinya besar, maka penerimaan cukai juga masih cukup besar tahun ini.

Catatan saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 pemerintah mematok target penerimaan cukai sebesar Rp 173,7 triliun, naik dari APBN  2014 sebesar Rp 170,2 triliun. Asal tahu saja, selama ini dari total penerimaan cukai nasional, sekitar 90% disumbang dari cukai hasil tembakau atau cukai rokok.

Sementara itu, hingga Mei 2014 penerimaan bea cukai baru Rp 66 triliun atau 38,78% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 yang sebesar Rp 170,19 triliun. Bila dibanding dengan targetnya di APBNP 2014 yang sebesar Rp 173,7 triliun, maka realisasi penerimaan cukai hingga akhir Mei 2014 baru 37,99%.

Rendahnya realisasi penerimaan cukai ini, kata Susiwijono merupakan imbas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono masih optimistis target penerimaan cukai di APBNP 2014 bisa tercapai. "Kami akan berupaya keras untuk mencapai target," kata Agung kemarin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi