Aturan kepemilikan tak berlaku surut, BI dikritik



JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan aturan kepemilikan bank tidak berlaku surut, menuai kritik. Sejumlah kalangan menilai, beleid yang disiapkan selama dua tahun terakhir tersebut bakal sia-sia.

BI merancang aturan kepemilikan untuk memperbaiki tata kelola atau good corporate governance bank yang lebih baik. Kajian BI menunjukkan, hampir semua bank bermasalah di masa silam, terutama yang dibekukan, karena satu pihak mendominasi kepemilikan. Atas dasar itu, BI ingin memecah kepemilikan ke banyak pihak. Prinsipnya, semakin banyak yang mengawasi, semakin baik GCG-nya. Peningkatan GCG ini juga sejalan dengan rekomendasi pemimpin negara-negara maju G-20 yang menginginkan pengawasan bank lebih ketat.

Di sini muncul ironi. Aturan berlaku untuk investasi akan datang. Artinya, bank yang menjadi objek kajian BI sewaktu menyusun aturan ini justru tidak terkena aturan. "BI harus menimbang ulang rencana aturan tidak berlaku surut," Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis, Minggu (3/6).


Menurut dia, sebaiknya BI tetap memberlakukan aturan secara surut, tapi dengan beberapa toleransi. Misalnya, masa transisi hingga 15 tahun. Toleransi ini perlu disertai klausul, bank yang kejahatannya (fraud) terus meningkat atau bisnisnya menurun, harus berganti pemilik.

Sependapat, ekonom Unika Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko menyampaikan, BI perlu menerapkan aturan secara surut, tapi ada toleransi divestasi hingga 10 tahun. Maklum, mencari investor, bank maupun BI perlu teliti. "Ini mungkin kompromi BI dengan bankir, " katanya.

Pengamat hukum perbankan Pradjoto berpendapat, setiap ketentuan yang mengubah dari sesuatu yang boleh menjadi terlarang, sulit berlaku secara retroaktif. Begitu pula perubahan ketentuan kepemilikan bank. Jika BI yakin aturan tidak berlaku surut, BI semata-mata mencegah terjadinya kekacauan di pasar. "Jika berlaku surut, hampir dipastikan dapat menimbulkaan gejolak," ucap Pradjoto. Jadi, sebaiknya, ketentuan berlaku ke depan. Namun, jika ingin menjangkau ke belakang, membutuhkan masa transisi yang cukup.

M. Doddy Arifianto, ekonom Universitas Ma Chung, Malang, menilai rencana BI ini sia-sia. Peta pemilikan saham perbankan di Indonesia tidak berubah banyak, masih dikuasai kelompok tertentu. "Tanpa berlaku surut, aturan ini tidak akan efektif," ujar Doddy. Aturan hanya berimbas pada gagalnya akuisisi saham Bank Danamon oleh DBS Holdings.

Kepastian aturan tidak berlaku surut terkuak saat Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, berbicara dalam The Indonesian Recent Economic Development and Policy Update Conference Call, Kamis malam (31/5). "Peraturan ini hanya untuk investasi baru, tak berlaku surut," kata Halim.

Berbeda dengan Halim yang berani blak-blakan, Gubernur BI Darmin Nasution malah masih bungkam. "Pokoknya tunggu saja. Pekan depan saya akan menjelaskan," kata Darmin, Jumat (1/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie