Aturan lahan kebun sudah final



jakarta. Kementerian Pertanian memastikan sudah menyelesaikan revisi peraturan tentang pembatasan luas lahan perkebunan. Beleid anyar ini merupakan hasil perombakan Peraturan Menteri Pertanian (Pementan) No. 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kemtan menyebutkan revisi  aturan ini akan terbit akhir Mei ini. Beleid ini berisi batas kepemilikan lahan perkebunan maksimal 100.000 hektare (ha) untuk tiap grup perusahaan.

Perusahaan perkebunan yang memiliki lahan lebih dari 100.000 ha tetap bisa menguasainya alias tidak dikurangi luasnya. Hanya saja, mereka sudah tidak boleh lagi untuk melakukan ekspansi kebun atau mengajukan penambahan lahan baru.

Kemtan menyebut aturan baru ini telah mendapatkan persetujuan dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Kemtan telah mengajukan draf beleid ini sejak sebulan lalu, dan UKP4 telah menyepakati seluruh perubahan yang diusulkan oleh Kementan.


Sebelum memutuskan menjadi beleid, Kementerian Pertanian saat ini mulai melakukan sosialisasi aturan ini kepada masyarakat, terutama kepada pelaku usaha. "Kami akan sosialisasi selama selama satu bulan atau sampai akhir Mei nanti," katanya kepada KONTAN kemarin.

Nasir memaparkan, ada beberapa poin krusial dalam revisi aturan. Misalnya masalah perizinan lahan perkebunan Begitu juga, aturan soal pembatasan luas lahan perkebunan yakni maksimal 100.000 ha untuk setiap grup perusahaan. "Aturan luas lahan kebun yang baru ini tidak akan berlaku surut," ujarnya.

Hambat ekspansiSelanjutnya, penetapan izin usaha perkebunan (IUP) juga wajib mengantongi rekomendasi dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementan, sebelum ditetapkan oleh walikota atau bupati. Maklum, selama ini, banyak IUP yang dikeluarkan pemda justru bermasalah karena banyak syarat yang dilanggar.

Ke depan, untuk mengajukan permohonan IUP pengusaha harus melampirkan surat rekomendasi Gubernur, yang menegaskan telah sesuai dengan rencana makro pembangunan di provinsi. Syarat lainnya, izin lokasi dari bupati dan walikota mesti  dilengkapi peta calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000, jaminan pasokan bahan baku dan pernyataan kesediaan serta rencana kerja pembangunan kebun untuk masyarakat (plasma).

Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tungkot Sipayung, menilai, seharusnya pemerintah tidak perlu membuat kebijakan yang memangkas kepemilikan lahan perkebunan. "Tak perlu dibatasi, biarlah mekanisme ekonomi yang membatasi," ujarnya.

Hal senada diutarakan Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Isaka Yoga. Ia berpendapat, kebijakan pembatasan luas lahan perkebunan akan berdampak negatif bagi perusahaan yang tercatat di bursa. "Biarkan mekanisme pasar yang mengatur," ujarnya. Ia menegaskan, bagi perusahaan publik yang sahamnya tercatat di bursa, harus berorientasi profit lewat ekspansi usaha. Jika ekspansi lahan dibatasi, maka otomatis perusahaan tidak bisa menggenjot produksi sehingga pendapatan maupun laba tidak bisa bertambah besar.                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan