JAKARTA. Pemerintah melalui Kementrian Ketenagakerjaan menerbitkan beleid untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Beleid ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 02 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muh Hanif Dhakiri menyatakan, peraturan tersebut telah ditandatangani pada Jumat (16/1). Menurutnya, ini merupakan bentuk konkrit kehadiran negara untuk melindungi para pekerjanya secara keseluruhan termasuk sektor pekerja rumah tangga yang ada di dalam negeri. Permenaker ini juga dikeluarkan karena melihat kasus-kasus Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang telah terjadi seperti di Medan, Bogor, Bekasi, Tangerang dan di tempat-tempat lain.
"Pemerintah ingin memastikan perlindungan yang minimal PRT kita baik itu hak-hak normatif mereka maupun soal eksistensi dari lembaga-lembaga/yayasan-
yayasan penyalur PRT," kata Hanif dalam siaran resminya, Minggu (18/1). Menaker mengatakan ada beberapa prinsip pokok yang terkait dengan Permenaker Nomor 02 Tahun 2015 ini. Pertama, yaitu Negara hadir melindungi pekerja di seluruh wilayah tumpah darah Indonesia sampai yang ada di rumah tangga sekalipun. Kedua, Permenaker ini tetap menghormati tradisi, konvensi dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Lebih lanjut, Permenaker ini juga mengatur bahwa lembaga Penyalur tidak boleh memungut apapun dari calon PRT. PRT juga berhak atas hak-hak normatif mereka. Terkait masalah penampungan calon PRT, dalam Permenaker ini juga harus memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan. "PRT berhak atas upah yang sesuai dengan kesepakatan, cuti sesuai dengan kesepakatan, waktu ibadah, fasilitas layak, jaminan sosial dan perlakuan manusiawi dari penggunanya. Terkait masalah penampungan, kita dorong agar penyalur dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan," ujar Hanif. Selain itu, peran gubernur dalam perlindungan Pekerja Rumah Tangga cukup besar. Mulai dari pemberi izin hingga memberikan sanksi bagi penyalur PRT. "Peran gubernur dan pemda sebagai pengawas, pemberi izin dan sanksi bagi lembaga-lembaga penyalur yang melakukan pelanggaran. Izin operasional lembaga penyalurpun dikeluarkan dan dicabut oleh gubernur. Termasuk nanti jika ada perpanjangan ada di gubernur dan administrasinya bebas biaya," kata Hanif. Selain gubernur, peran Ketua RT juga cukup besar dalam hal perlindungan PRT. Peran Ketua RT/kepala lingkungan/nama lain untuk turut serta mengawasi karena perjanjian kerja baik lisan maupun tertulis antara PRT dan pengguna/majikan harus diketahui oleh ketua RT.
Hanif mengatakan bahwa Permenaker ini mengatur perlindungan untuk semua PRT baik yang ditempatkan melalui lembaga penyalur maupun yang direkrut secara langsung oleh individu-individu. Minggu (18/1), Menaker melakukan peninjauan ke salah satu lembaga penyalur pekerja rumah tangga (PRT) BUGITO, Cipete, Jakarta Selatan. Peninjauan mendadak ini dilakukan karena ingin melihat bagaimana penampungan dan pendidikan yang dilakukan lembaga/yayasan. "Tujuannya kita ingin tau betul bagaimana penampungan dan pendidikan yang dilakukan yayasan-yayasan penyalur PRT selama ini dilakukan. Saya menginginkan semua lembaga penyalur PRT itu lebih manusiawi misalnya ada ruang belajar, ruang pelatihan praktik, dapur, kamar mandi/wc yang memadai," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia