JAKARTA. Pemerintah merevisi aturan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pemain televisi berbayar. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S. Dewabroto menjelaskan, revisi aturan ini seiring dengan kondisi usaha televisi berbayar yang terus berkembang.Menurutnya, pembahasan aturan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika. juga melibatkan menteri keuangan. "Diharapkan akhir 2013 sudah selesai," kata KONTAN, akhir pekan ini.Gatot menambahkan, revisi beleid PNBP televisi tv berbayar juga tidak terlepas adanya desakan dari beberapa pemain televisi berbayar khususnya yang berbasis kabel. Dia bilang tidak tertutup kemungkinan ada perubahan tarif PNBP pemegang izin penyelenggara telekomunikasi dan yang lainnya.Gatot mengungkapkan, perusahaan televisi berbayar berbasis kabel meminta tarif yang lebih rendah ketimbang berbasis satelit. Berdasarkan peraturan yang ada, besaran PNBP untuk setiap perusahaan pemegang izin penyelenggaraan televisi berbayar dikenakan tarif sebesar Rp 30 juta sampai Rp 50 juta setiap tahunnya. "Dilihat dari besaran tarifnya sebenarnya tidak terlalu memberatkan perusahaan, namun dari sisi bisnis beban pengeluaran tentunya tetap harus diperhatikan," katanya. Terkait besaran tarif PNBP yang baru, Gatot belum bisa menjelaskan secara ditel karena masih dalam tahap pembahasan. Namun ada dua kemungkinan tarif PNBP yang baru, pertama besaran PNBP berbasis satelit lebih besar dari Rp 50 juta pertahun atau tarif PNBP berbasis kabel dikecilkan dari Rp 50 juta pertahun. Berdasarkan catatan Kemkominfo per Desember 2012, saat ini terdapat 19 pemegang izin penyelenggaraan tv berbayar berbasis satelit, kemudian terdapat 120 pemegang izin penyelenggaraan tv berbayar berbasis kabel, dan satu pemegang izin televisi berbayar berbasis terestrial. Direktur Utama PT Indonusa Telemedia(Telkomvision), Elvizar, mengatakan, sebaiknya pemerintah tidak perlu membahas kebijakan perubahan tarif PNBP dengan perusahaan televisi berbayar. "Aturan main di pasar televisi berbayar saja belum jelas, sehingga jangan membahas masalah penerimaan negara terlebih dahulu," ujarnya. Menurut Elvizar, perubahan tarif PNBP bagi perusahaan televisi berbayar yang besar mungkin tidak bermasalah, namun bagi perusahaan kecil dengan jumlah pelanggan hanya 5.000-10.000 pelanggan akan berat. "Pendapatan pertahun untuk perusahaan tv berbayar dengan jumlah pelanggan yang kecil saja diperkirakan tidak sampai Rp 100 juta, maka dengan kenaikan tarif akan cukup berat," ujarnya. Elvizar mengatakan,sebaiknya pemerintah lebih memfokuskan untuk membuat peraturan pembatasan jumlah perusahaan televisi berbayar di Indonesia baik berbasis satelit maupun berbasis kabel. Ia beranggapan, dengan jumlah perusahaan televisi berbayar yang terdaftar mencapai 19 perusahaan sudah terlalu berlebihan dan tidak sehat secara persaingan. Menurut Elvizar, total jumlah perusahaan televisi berbayar idealnya sebanyak tiga perusahaan saja dengan jumlah pelanggan rata-rata di atas lima juta pelanggan. Elvizar juga menilai, pemerintah juga harus memperketat keberadaan tayangan televisi berbayar ilegal di berbagai daerah sebelum membicarakan kewajiban para pemain televisi berbayar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Aturan PNBP televisi berbayar selesai akhir 2013
JAKARTA. Pemerintah merevisi aturan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pemain televisi berbayar. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S. Dewabroto menjelaskan, revisi aturan ini seiring dengan kondisi usaha televisi berbayar yang terus berkembang.Menurutnya, pembahasan aturan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 76 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika. juga melibatkan menteri keuangan. "Diharapkan akhir 2013 sudah selesai," kata KONTAN, akhir pekan ini.Gatot menambahkan, revisi beleid PNBP televisi tv berbayar juga tidak terlepas adanya desakan dari beberapa pemain televisi berbayar khususnya yang berbasis kabel. Dia bilang tidak tertutup kemungkinan ada perubahan tarif PNBP pemegang izin penyelenggara telekomunikasi dan yang lainnya.Gatot mengungkapkan, perusahaan televisi berbayar berbasis kabel meminta tarif yang lebih rendah ketimbang berbasis satelit. Berdasarkan peraturan yang ada, besaran PNBP untuk setiap perusahaan pemegang izin penyelenggaraan televisi berbayar dikenakan tarif sebesar Rp 30 juta sampai Rp 50 juta setiap tahunnya. "Dilihat dari besaran tarifnya sebenarnya tidak terlalu memberatkan perusahaan, namun dari sisi bisnis beban pengeluaran tentunya tetap harus diperhatikan," katanya. Terkait besaran tarif PNBP yang baru, Gatot belum bisa menjelaskan secara ditel karena masih dalam tahap pembahasan. Namun ada dua kemungkinan tarif PNBP yang baru, pertama besaran PNBP berbasis satelit lebih besar dari Rp 50 juta pertahun atau tarif PNBP berbasis kabel dikecilkan dari Rp 50 juta pertahun. Berdasarkan catatan Kemkominfo per Desember 2012, saat ini terdapat 19 pemegang izin penyelenggaraan tv berbayar berbasis satelit, kemudian terdapat 120 pemegang izin penyelenggaraan tv berbayar berbasis kabel, dan satu pemegang izin televisi berbayar berbasis terestrial. Direktur Utama PT Indonusa Telemedia(Telkomvision), Elvizar, mengatakan, sebaiknya pemerintah tidak perlu membahas kebijakan perubahan tarif PNBP dengan perusahaan televisi berbayar. "Aturan main di pasar televisi berbayar saja belum jelas, sehingga jangan membahas masalah penerimaan negara terlebih dahulu," ujarnya. Menurut Elvizar, perubahan tarif PNBP bagi perusahaan televisi berbayar yang besar mungkin tidak bermasalah, namun bagi perusahaan kecil dengan jumlah pelanggan hanya 5.000-10.000 pelanggan akan berat. "Pendapatan pertahun untuk perusahaan tv berbayar dengan jumlah pelanggan yang kecil saja diperkirakan tidak sampai Rp 100 juta, maka dengan kenaikan tarif akan cukup berat," ujarnya. Elvizar mengatakan,sebaiknya pemerintah lebih memfokuskan untuk membuat peraturan pembatasan jumlah perusahaan televisi berbayar di Indonesia baik berbasis satelit maupun berbasis kabel. Ia beranggapan, dengan jumlah perusahaan televisi berbayar yang terdaftar mencapai 19 perusahaan sudah terlalu berlebihan dan tidak sehat secara persaingan. Menurut Elvizar, total jumlah perusahaan televisi berbayar idealnya sebanyak tiga perusahaan saja dengan jumlah pelanggan rata-rata di atas lima juta pelanggan. Elvizar juga menilai, pemerintah juga harus memperketat keberadaan tayangan televisi berbayar ilegal di berbagai daerah sebelum membicarakan kewajiban para pemain televisi berbayar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News